IPOL.ID – Kelompok garis keras Hindu menuntut pembatasan penggunaan jilbab di ruang kelas di lebih banyak negara bagian India hingga bahkan seluruh negeri.
Sebelumnya, meski menuai banyak protes dari pelajar Muslim, pengadilan India telah menetapkan pelarangan di negara bagian Karnataka.
Keputusan Pengadilan Tinggi Karnataka pada hari Selasa (15/3), yang mendukung larangan jilbab, juga telah disambut oleh menteri federal utama dari Partai Bharatiya Janata (BJP). Partai nasionalis Hindu itu dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi.
Modi bahkan mengatakan, pelajar harus menghindari mengenakan pakaian keagamaan di ruang kelas.
Kendati pelarangan itu telah disahkan, namun tidak ada pedoman nasional khusus di India yang mengatur tentang seragam sekolah. Negara bagian sering menyerahkan persoalan itu kepada masing-masing sekolah untuk memutuskan apa yang harus dikenakan siswa mereka.
Oleh sebab itu, kelompok garis keras menginginkan aturan pelarangan hijab tak lagi dikembalikan ke sekolah. Menurut mereka, lebih baik aturan berlaku secara nasional.
“Kami adalah negara Hindu dan kami tidak ingin melihat pakaian keagamaan apa pun di lembaga pendidikan negara ini,” kata Presiden kelompok Hindu Akhil Bharat Hindu MahaSabha, Rishi Trivedi seperti dikutip dari Reuters.
“Kami menyambut baik putusan pengadilan dan ingin aturan yang sama diikuti di seluruh negeri,” tambahnya.
Larangan pengenaan hijab di Karnataka telah memicu protes sejumlah siswa dan orang tua Muslim. Aktivis HAM India mendukung protes tersebut.
Para pengkritik larangan mengatakan itu adalah cara lain untuk meminggirkan warga Muslim di India. Sebanyak 13 persen dari total penduduk India yang mencapai 1,3 miliar.
Agar larangan tidak berlaku secara nasional, seorang siswi bernama Ayesha Hajeera Almas berencana mengajukan banding atas putusan pengadilan yang melarang jilbab ke Mahkamah Agung.
Gadis berusia 18 tahun itu mengatakan dia tidak bersekolah sejak akhir Desember setelah pihak berwenang melarang gadis-gadis Muslim mengenakan jilbab. Ia pun sangat berharap larangan ini tak berlaku secara nasional.
“Kami merasa hidup di India di mana warganya tidak diperlakukan sama,” kata Almas dari distrik Karnataka di Udupi, tempat protes dimulai.
“Saya berjuang untuk diri saya sendiri, berjuang untuk saudara perempuan saya, berjuang untuk agama saya. Saya takut akan ada perubahan seperti ini di seluruh negeri. Tapi saya harap itu tidak terjadi,” tutup dia.