LPSK menemukan adanya serangkaian perbuatan merendahkan martabat seperti dipaksa minum air kencing sendiri dan penghuni lain dipaksa melakukan hubungan sesama jenis.
“Jadi kedua korban disuruh berhubungan (seks), direkam. Dipaksa mengunyah cabai setengah kilogram. Sudah dikunyah, cabai itu dilumuri ke muka, dioles ke alat kelamin,” tandas dia.
Tak berhenti di situ, ada korban yang dipaksa menjilat kemaluan anjing, dipaksa melakukan lomba onani. Makan nasi yang sudah diludahi, seluruh tindakan biadab ini dilakukan oleh sejumlah pelaku.
Dalam hal ini LPSK mendapati kerangkeng dikelola ibarat Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Terbit merupakan Ketua, Wakilnya berinisial DW, belasan pembina, juga dua orang Kepala Lapas.
Bahkan ada sejumlah korban yang tidak ubahnya berperan sebagai tahanan pendamping (Tamping) pada Lapas resmi dengan tugas membantu ‘mengelola’ kerangkeng.
Tidak berhenti pada penyiksaan fisik, Kepala Biro Penelaahan Permohonan LPSK, Muhammad Ramdan menjelaskan, tim LPSK menemukan kasus penistaan agama dialami para korban.