IPOL.ID – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyurati Presiden Jokowi yang isinya menyarankan agar industri minyak goreng di Tanah Air.
Surat bernomor 43/K/S/III/2022 tersebut dikirim 14 Maret 2022 yakni berisi pertimbangan KPPU terkait kebijakan industri sawit, khususnya .
“Dalam surat kepada Presiden tersebut, KPPU mengangkat rekomendasi jangka pendek dan jangka menengah atau panjang bagi pembenahan persaingan usaha di industri,” ujar Deputi Kajian dan Advokasi KPPU, Taufik Ariyanto, Rabu (30/3/2022).
Dalam jangka pendek, KPPU merekomendasikan pemerintah perlu memperkuat pengendalian stok Crude Palm Oil (CPO) sebagai tindak lanjut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Taufik menjelaskan, langkah jangka pendek tersebut dapat ditempuh dengan mempertimbangkan beberapa langkah alternatif. Pertama adalah pemerintah perlu memastikan keberadaan stok CPO dan tingkat perkebunan kelapa sawit industri pengolahan CPO sampai dengan industri pengguna CPO.
“Kedua, pemerintah perlu memastikan keberadaan stok minyak goreng dari level produsen hingga distributor, agen, dan pedagang eceran (ritel),” jelasnya.
Ketiga, pemerintah perlu menjadikan informasi dan proses pelacakan tersebut sebagai informasi pasar yang terbuka dan memuat cadangan dan stok CPO di tingkat pelaku usaha perkebunan sawit bagi pelaku usaha yang membutuhkan CPO untuk proses produksi, terutama minyak goreng.
Informasi tersebut, kata Taufik, juga berlaku untuk cadangan dan stok minyak goreng dari produsen sampai distributor dan pedagang eceran.
“Keempat, pemerintah perlu mendorong pelaku usaha minyak goreng untuk memaksimalkan kapasitas produksinya dan memastikan bahwa minyak goreng tersebut sampai ke tingkat pengecer (retailer),” katanya.
Kelima, pemerintah perlu secara transparan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang mengikuti kebijakan DMO dan DPO secara konsisten dan memberikan yang tidak memenuhi produksi dan distribusi sebagaimana diatur dalam kebijakan DMO dan DPO.
Sedangkan untuk pembenahan jangka menengah dan panjang, Taufik mengatakan dapat dilakukan dengan menyediakan insentif untuk mendorong hadirnya produsen baru minyak goreng skala kecil dan menengah (UKM) yang dekat dengan lokasi perkebunan sawit.
“Upaya ini terutama perlu dilakukan di daerah di mana tidak terdapat produsen minyak goreng untuk memastikan ketersediaan pasokan di daerah tersebut,” jelasnya.
Hal selanjutnya yang harus dilakukan pemerintah, kata Taufik, yakni perlu mendorong pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dan pelaku usaha minyak goreng yang terintegrasi agar dalam mengalokasikan CPO yang dihasilkan untuk keperluan bahan baku produsen minyak goreng skala UKM.
“Hal ini penting untuk menjamin ketersediaan pasokan bagi pelaku UKM yang memproduksi minyak goreng,” tandasnya.