IPOL.ID – Regulasi yang memadai ternyata belum mampu mencegah atau menghilangkan pelanggaran ODOL (Over Dimensi dan Over Load) pada truk. Artinya ada hal-hal yang cukup mendasar dan komplek sehingga pelanggaran tersebut sulit dihilangkan.
Pemerhati masalah transportasi dan Hukum, Budiyanto mengatakan, memang dari prespektif hukum bahwa regulasi yang mengatur tentang cara pemuatan dan daya angkut serta sanksi terhadap pelanggaran ODOL sudah cukup memadai.
“Regulasi yang mengatur tentang pelanggaran ODOL dari mulai Undang-Undang sampai dengan peraturan pelaksanaanya bahkan secara teknis surat edaran pun sudah diterbitkan untuk memandu dan mempermudah penegakan hukum di jalan,” ungkap Budiyanto pada ipol.id, Selasa (1/3).
Dari regulasi yang ada tersebut, sambung Budiyanto, ternyata belum mampu membendung ODOL yang ada. Sehingga timbul suatu pertanyaan apa penyebab pelanggaran ODOL sulit dihilangkan dan bagaimana cara efektif untuk mengatasinya?
Dari hasil monitoring dan wawancara dengan beberapa pengusaha dan awak truk didapat informasi, penyebab dari pelanggaran ODOL, antara lain :
1. Persaingan biaya jasa angkutan.
2. Pengeluaran tidak terduga.
3. Budaya permisif.
4. Konsistensi pengawasan dan penegakan hukum belum maksimal.
5. Sanksi pidana dan denda masih rendah.
6. Harga kendaraan yang masih tinggi.
7. Tidak ada pengaturan quota per zona dan waktu.
Namun, regulasi yang ada sudah cukup memadai sebagai dasar untuk melakukan penegakan hukum baik dengan tilang, transfer muatan, menghentikan operasional, memutar balikan kendaraan sampai dengan melakukan penyidikan (P 21).
Berbagai alternatif sanksi yang diberikan berdasarkan tingkat kesalahan belum mampu memberikan efek jera terhadap pelanggaran itu.
“Sosialisasi dan penyuluhan yang dilakukan pemangku kepentingan terhadap pelaku bisnis, operator dan para awak truk saya kira sudah sering dilaksanakan, namun perubahan sikap dan perilaku untuk menghilangkan pelanggaran ODOL sangat sulit,” ujar Budiyantom
“Padahal kita sangat sadar dan paham betul bahwa pelanggaran ODOL sangat membahayakan keamanan dan keselamatan berlalu lintas dan berpotensi terjadinya kecelakaan lalu lintas,” tambah dia.
Untuk mencegah, menekan atau menghilangkan pelanggaran ODOL, lanjutnya, kuncinya komitmen yang kuat dari pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dibidangnya. Dijabarkan dalam aksi di lapangan dengan membangun konsistensi dan ketegasan dalam aspek penegakan hukum.
“Toleransi untuk menunda pelanggaran zero ODOL saya kira sudah cukup, sudah waktunya kita melaksanakan aturan dengan tegas dan konsisten,” tandasnya.
Sebelumnya, truk ODOL merupakan singkatan truk Over Dimension Over Loading, yang diterjemahkan sebagai kendaraan berat yang memiliki dimensi dan muatan berlebih.
Kasubdit Uji Tipe Kendaraan Bermotor Direktorat Sarana Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Dewanto Purnacandra, mengatakan, ODOL tidak dapat dipisah karena satu kesatuan.
“Kendaraan yang over dimension berpotensi over loading. Tapi belum tentu juga bahwa kendaraan yang dimensinya benar tidak over loading, tergantung masyarakatnya,” terang Dewanto di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dewanto mengatakan, bisa saja truk memiliki dimensi sesuai spesifikasi tapi tetap mengangkut barang di luar batas normal. Dari sisi Kemenhub ialah mencegah dari lahir supaya tidak ada kendaraan over dimension.
“Kendaraan yang speknya betul tapi diisi lebih ya tetap saja jadi over loading, Misalkan mobil losbak (mobil bak atau truk bak), tidak punya tinggi bak tapi kalau dimuatkan baja berat ya over loading juga,” katanya.
Sebelumnya juga Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Budi Setiyadi mengatakan, secara umum ada empat tahap strategi yang akan diajukan guna menuntaskan persoalan ODOL. Keempat strategi tersebut mulai dari edukasi dengan cara preventif, penegakan hukum, membangun terminal barang yang terintegrasi, dan insentif bagi angkutan barang. (ibl)