Syarifuddin memahami bahwa penambahan kuota merupakan kewenangan pemerintah pusat serta sangat terkait dengan kebijakan anggaran dalam APBN. Akan tetapi, lanjutnya, masyarakat cenderung tidak mau tahu lantaran masalah kelangkaan solar di daerah sudah sangat mendesak.
“Jangan anggaran pemilu terus yang dibicarakan, ini lebih mendesak dari pemilu,” tandasnya.
Hal senada disampaikan M Yusuf. Menurutnya, ketimbang mengurusi anggaran pemilu lebih baik pemerintah segera menganggarkan penambahan kuota BBM bersubsidi. Terlebih saat ini kelangkaan solar sudah meluas ke berbagai daerah serta menjadi masalah nasional yang semakin mengkhawatirkan.
“Kalau memang tidak ada uang, alihkan anggaran pemilu untuk subsidi minyak, jangan dibilang (stok solar) aman tapi nyatanya kami ngantre,” tandasnya.
Dia menyayangkan sikap pemerintah pusat lamban bertindak hingga menyebabkan kelangkaan solar di daerahnya berlarut-larut.
Pemerintah beserta elit politik, sambungnya, tampak lebih bergairah membicarakan anggaran pemilu yang diusulkan KPU sebesar Rp 76,6 triliun.