IPOL.ID – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendukung langkah Polri menghentikan penyidikan kasus korban begal yang menjadi tersangka atas nama Amaq Sinta di Nusa Tenggara Barat (NTB). Tindakan korban begal tersebut dinilai masuk kategori membela diri.
“(Korban) melakukan pembelaan diri dengan melakukan perlawanan terhadap pembegal hingga menewaskan pembegal,” kata Anggota Kompolnas Yusuf Warsyim, Jumat (15/4/2022).
Yusuf Warsyim mengatakan, usulan penghentian ini juga telah disampaikan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Agus Adrianto. Dia pun mengaku setuju terhadap pernyataan Kabareskrim tersebut.
Penghentian penyidikan ini, kata Yusuf, tetap tidak menutup kemungkinan dari upaya hukum praperadilan. Khususnya, jika pihak keluarga pelaku begal tidak menerima penyidikan dihentikan.
Selain itu, Yusuf meminta penyidik melihat kembali kasus serupa yang pernah terjadi sebelumnya. Salah satunya, kasus pembunuhan terhadap pelaku begal di Malang, Jawa Timur.
Kasus tersebut dialami pelajar berinisial ZL yang divonis Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas 1B, terbukti bersalah melakukan penganiayaan yang menyebabkan korbannya meninggal. Meski ZL telah bersaksi hal tersebut dilakukannya untuk membela diri.
ZL divonis telah melanggar Pasal 351 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan.
“Ia dihukum dengan pembinaan selama satu tahun di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Aitam,” bebernya.
Sebelumnya, Kabareskrim Polri Kombes Agus Andrianto meminta kasus korban begal, Amaq Santi, 34, yang ditetapkan tersangka oleh Polres Lombok Tengah disetop.
Agus menilai jika kasus tersebut dilanjutkan maka akan membuat masyarakat takut untuk melawan kejahatan.
“Hentikanlah menurut saya. Nanti masyarakat menjadi apatis, takut melawan kejahatan. Kejahatan harus lawan bersama,” katanya.
Agus berharap tindakan yang dilakukan jajaran Polri dalam mengusut kasus jangan sampai terkesan merusak keadilan di tengah masyarakat.
Dia juga telah memerintahkan Kapolda NTB Irjen Djoko Poerwanto agar menggandeng Kejaksaan, tokoh masyarakat, dan agama guna menentukan layak atau tidaknya korban begal tersebut diproses secara hukum.