IPOL.ID – Mudik dan pencemaran udara masih mengancam Indonesia, khususnya kota-kota besar yang sarat akan industri dan kendaraan bermotor. Tak terkecuali kawasan jalur mudik Lebaran yang selama ini dikenal dengan tingkat kemacetan sangat luar biasa, seperti Jalan Pantura Jawa maupun Jalur Selatan Jawa via Nagrek.
“Pencemaran udara amat sangat berisiko tinggi, tidak saja mengancam para pemudik, justru bagi para pemukim di sekitar jalur mudik tersebut,” ungkap Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin pada ipol.id di Jakarta, Minggu (8/5).
Data yang dihimpun, dari 17 orang meninggal dunia pada mudik Lebaran 1437 H/2016, 11 orang di antaranya adalah dengan ciri-ciri akibat keracunan emisi CO (Carbon Monoxide). Selain paparan parameter lain yang diemisikan kendaraan bermotor. Angka itu terlalu banyak.
Mereka yang meninggal dunia itu bukan karena kejadian tabrakan, terguling, tertabrak dan atau kecelakaan benturan fisik kendaraan bermotor. “Tetapi meninggal dunia oleh pembunuh tak tampak (invisible killer). Akibat terpapar emisi kendaraan yang terjebak kemacetan berjam-jam selama perjalanan mudik Lebaran, terutama pintu keluar Tol Brebes (Brexit),” kata Safrudin.
Apalagi mudik kali ini adalah luapan akumulsi 2 kali Lebaran tidak mudik karena Pandemi Covid-19. Sumber pencemaran udara adalah terutama pembakaran bahan bakar fosil untuk mendapatkan energi bagi industri dan transportasi.
Bahan beracun terkandung di dalam polutan emisi gas buang kendaraan bermotor antara lain Particulate Matter (PM), Sulfur Dioxide (SO2), Nitrogen Dioxide (NO2), Carbon Monoxide (CO), Ozone (O3), Hydro Carbon (HC), dan lain-lain.
Umumnya, zat-zat polutan udara tersebut langsung mempengaruhi sistem pernafasan, pembuluh darah, sistem saraf. Selanjutnya hati dan ginjal dengan gejala pusing-pusing, mual dengan penyakit/sakit ISPA, astma, dan tekanan darah tinggi.
Bahkan pada penyakit dalam seperti gangguan fungsi ginjal, kerusakan pada sistem syaraf, penurunan kemampuan intelektual (IQ) anak-anak, kebrutalan pada remaja, keguguran, impotensi, jantung coroner (coronary artery dieses), kanker bahkan kematian dini.
“Tentunya kita tidak berharap bahwa tragedi invisible killer yang membunuh para pemudik tersebut terulang kembali di tahun ini,” ujarnya.
Menurut Safrudin, invisible killer, membunuh (terutama CO) tanpa terlihat, tidak berbau. Membuai si calon korban dengan rasa kantuk yang kemudian tertidur dan tidak pernah bangun kembali. Keadaan CO dan parameter pencemar lainnya menjadi invisible killer perlu beberapa kondisi yaitu tingkat, jenis, konsentrasi, ukuran dan komposisi kimiawi berbagai parameter pencemaran udara tersebut.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan :
1. Iritasi pada saluran pernafasan. Hal ini dapat menyebabkan pergerakan silia
menjadi lambat, bahkan dapat terhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan.
2. Peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar.
3. Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernafasan.
4. Rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan.
5. Pembengkakan saluran pernafasan dan merangsang pertumbuhan sel, sehingga saluran pernafasan menjadi menyempit.
6. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir.
Akibat dari hal tersebut di atas, menyebabkan terjadinya kesulitan bernafas. Berujung tidak saja benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan. Tetapi juga memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan serta barakibat kematian.
Guna mencegah terulangnya korban pemudik meninggal karena invisible killer, sambung dia, maka pertama, perlu diatur agar kemacetan selama prosesi perjalanan mudik dapat dicegah.
Kedua, para pemudik harus mempersiapkan diri untuk mengelola perjalanannya. Sehingga tidak melulu berada di dalam mobil dan sekitarnya saat terjadi kemacetan panjang dan lama. Melainkan harus keluar dari mobil dan menjauh dari posisi mobil (30 – 50 meter) setelah terlebih dahulu mematikan mesin mobil.
Untuk menghindari terik matahari atau hujan, tentu harus mempersiapkan payung, ponco, tenda portable dan lain-lain. Ketika tidak didapati perumahan penduduk dan atau warung/restoran untuk berteduh dan beristirahat.
Ketiga, mempersiapkan makanan siap santap, ringkas tetapi cukup gizi. Apapun cara terbaik adalah merencanakan perjalanan mudik secara lebih bijaksana.
Misalnya, menghindari penggunaan kendaraan pribadi dan lebih mengutamakan menggunakan angkutan umum masal (kereta api).
Jika tak bisa dielakkan menggunakan kendaraan pribadi, maka rencanakan sebaik mungkin perjalanan mudik secara matang. Membuat rencana rute yang diprediksi bisa terhindar dari kemacetan parah. “Jika tidak memungkinkan, maka sebaiknya urungkan atau tunda perjalanan mudik Anda di lain kesempatan,” tutup Ahmad Safrudin. (ibl)