IPOL.ID – Puluhan ribu orang jemaah haji Indonesia gelombang I telah mendarat di Kota Madinah, Arab Saudi. Sebagian dari mereka telah bertolak ke Mekkah setelah menetap lebih kurang delapan hari di Madinah.
Selama di Madinah, jemaah melaksanakan salat berjemaah di Masjid Nabawi sebanyak 40 kali berturut-turut atau yang dikenal dengan Arbain.
Selain itu, jemaah juga berziarah ke makam Rasulullah SAW, mengunjungi Raudhah, dan berziarah ke sejumlah tempat bersejarah di Kota Madinah, misalnya: Masjid Quba, Jabal Uhud, Maqbarah Baqi, Masjid Qiblatain, dan Museum Hejaz Railway.
Setelah delapan hari atau 40 kali waktu salat, jemaah diberangkatkan ke Mekkah untuk persiapan melaksanakan ibadah haji.
Madinah merupakan kota yang dirindukan banyak insan, menjadi kota tujuan yang dihuni dan disinggahi banyak peziarah dari berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Karenanya, keberagaman orang dari berbagai negara sudah menjadi hal lumrah.
Meski berada di wilayah Arab Saudi dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab, bagi jemaah Indonesia yang tidak menguasai bahasa Arab tidak perlu risau dan panik saat berada di tempat-tempat publik di Madinah, baik masjid, toko-toko penjualan suvenir, maupun kawasan komersial lainnya. Sebab, bahasa Indonesia kini sangat populer sebagai sarana komunikasi dengan penjual maupun arah petunjuk jalan, termasuk di Masjid Nabawi.
Memasuki area Masjid Nabawi, kita akan menemukan sejumlah papan informasi petunjuk arah dalam bahasa Arab dan Inggris dan juga bahasa Indonesia. Misalnya, petunjuk tempat salat dan wudu perempuan. Hal ini sangat memudahkan jemaah Indonesia memahaminya untuk mengurangi salah arah, tanpa harus ada penerjemah.
Seorang penjaga di kawasan Masjid Nabawi, Abdurrahman, mengatakan penggunaan bahasa Indonesia pada tanda-tanda jalan tersebut karena Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak jemaahnya di Madinah. Apalagi di musim haji, khususnya di Masjid Nabawi, jemaah Indonesia sangat ramai.
Bahasa Indonesia digunakan pada beragam papan pengumuman untuk memudahkan tamu Allah tersebut. “Untuk memudahkan jemaah dari Indonesia, mereka sangat ramai di sini,” kata Abdurrahman dikutip dari laman kemenag.go.id, Kamis (23/6/2022).
Hal tersebut sesuai dengan realita. Saat ini, ribuan jemaah Indonesia setiap hari memenuhi Masjid Nabawi. Tak heran, di dalam masjid, di sudut mana pun pasti bertemu dengan jemaah asal Indonesia.
Saat keluar masjid, dari pintu mana pun pasti bertemu dengan jemaah Indonesia. Bahkan, di salah satu sudut majelis ilmu di Masjid Nabawi, pengajarnya adalah orang Indonesia.
Kehadiran mereka ternyata mampu menjadi duta dalam mengampanyekan bahasa Indonesia di kota Madinah. Mereka layak disebut duta karena berhasil menarik pedagang-pedagang di sekitar Masjid Nabawi untuk belajar bahasa Indonesia.
Tak heran ketika menuju atau pulang dari Masjid Nabawi, jemaah akan melewati toko di sisi kiri dan kanan dengan penjaga yang menyapa menggunakan bahasa Indonesia. Walaupun penggunaan kosa kata dan ungkapannya singkat, sekadar mengajak singgah di toko tersebut.
Dialog sederhana itu, seperti ‘murah-murah’, ‘mari lihat dulu’, ‘barang bagus’, ‘model baru’, ‘ada diskon’, dan ‘lihat gratis ambil bayar’.
Saat memasuki toko-toko tersebut, meskipun bisa sedikit berbahasa Arab, penjual akan memilih menjawab dan menggunakan bahasa Indonesia. Misalnya percakapan berikut ini:
Tentu saja, nama-nama barang yang dijual serta angka-angka dan perhitungan dalam bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia oleh pedagang ini tentu punya tujuan untuk memikat pembeli dari Indonesia, meskipun kadang pengucapan dan arti kata yang diucapkan kerap salah.
Selain di pasar, tempat umum lainnya, seperti penjaga hotel juga kerap berbahasa Indonesia. Apalagi, rata-rata pekerja bukan dari Arab, melainkan dari Bangladesh, India, dan lainnya.
Kini, jemaah haji Indonesia dengan mudah dapat berkomunikasi di tempat-tempat umum. Selain bahasa Indonesia, bahasa isyarat juga menjadi andalan jemaah haji Indonesia.
Menjadi jemaah haji Indonesia adalah sebuah keistimewaan. Meskipun pelaksanaan rukun dan wajib haji berfokus di Mekkah, jemaah Indonesia diberikan kesempatan selama delapan hari untuk menetap di Madinah dan ini termasuk pengunjung paling lama yang menetap di Madinah selama musim haji.