IPOL.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) menolak permohonan penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif yang diajukan oleh Arifin, tersangka kasus dugaan tindak pidana pencurian dari Kejaksaan Negeri Kota Probolinggo.
Pasalnya, tindak pidana yang diduga dilakukan oleh tersangka kauss tersebut terdapat unsur pemberatan sebagaimana ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
“Oleh karena itu, permohonan penghentian penuntutan yang diajukan oleh tersangka dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana di Jakarta, Rabu (29/6) malam.
Menurut dia, terdapat sejumlah alasan agar permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif bisa dikabulkan atau disetujui oleh Kejagung.
Di antaranya, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana atau belum pernah dihukum; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun.
“Juga telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,” jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, permohonan penghentian penuntutan juga dapat disetujui bila tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya serta proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.
Tersangka dan korban juga setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
“Lebih dari itu, bahwa permohonan penghentian penuntutan keadilan restoratif juga harus melalui pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif,” tambah Ketut.(ydh)