IPOL.ID – Flexing atau fenomena pamer kekayaan di media sosial, banyak memakan korban generasi muda. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut, Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) termasuk di dalamnya tindak pidana pencucian uang melalui financial technology (fintech) yang melanda milenial, patut diwaspadai.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengemukakan kampus bisa menjadi solusi mendidik mahasiswa dengan cara menanamkan nilai/value agar paham terhadap pola-pola kejahatan korupsi dan tindak pidana pencucian uang kekinian.
“Pencucian uang fintech to fintech (F2F) itu banyak menyasar mahasiswa. Korbannya kebanyakan anak muda. Ini model baru kejahatan korupsi,” ujar Ivan menjawab indoposonline.id disela acara Ikrar Cawang, Senin (4/7/22) di Jakarta.
Ikrar Cawang sendiri merupakan acara penggalangan komitmen bersama untuk menjadikan kampus UKI, Yayasan, dan RS UKI Menjadi Wilayah Anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Hadir dalam acara tersebut Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham RI, Widodo Ekatjahjana.
Kepala PPATK lantas menyebut generasi saat ini cenderung menginginkan segala sesuatu serba instan. Ingin cepat kaya, terkenal, berinvestasi pada instrumen dengan bunga di luar nalar, tanpa perjuangan dan ketekunan. Pola pikir usaha dan dedikasi terhadap pekerjaan harus selalu ditanamkan. Salah satunya dengan cara kuliah serta mendalami tantangan kedepan yang semakin komplek. Tentu ini sekaligus menjadi tantangan dunia kampus pada umumnya.
“Belajar bisa dari buku, bangku kuliah dan wajib diberikan wawasan pengetahuan yang terus berkembang, sehingga mahasiswa tidak kaget dengan kondisi di luar sana,” ujar Ivan yang adalah peraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada dengan predikat cum laude.
Contoh lain generasi muda salah asuh yang sudah lihai dalam melakukan KKN termasuk dalam hal pencucuian uang adalah ketika heboh beberapa waktu lalu seorang ASN muda golongan 3A di sebuah institusi pengelola keuangan negara, mampu melakukan korupsi hingga triliunan rupiah. Karenanya ia tak kaget, Transparency International menilai indeks persepsi korupsi (CPI index) Indonesia masih masuk zona merah.
Menurut data KPK, pada 2020 CPI Indonesia masih berada di skor 37/100 dan berada di peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini turun 3 poin dari tahun 2019 lalu yang berada pada skor 40/100.
MoU UKI – PPATK
Rektor UKI, Dhaniswara K. Harjono mengatakan UKI siap bekerja sama dengan PPATK terkait komitmen dan pencegahan KKN di lingkungan kampus. Kerja sama dalam bentuk MoU tersebut menjadi sebuah langkah strategis dalam meng-upgrade pengetahuan bagi seluruh civitas akedemi termasuk mahasiswa, dosen dan karyawan.
“Karena modus korupsi dan pencucian uang itu terus berkembang dan berubah. Ini yang kami ingin antisipasi,” kata Dhaniswara.
Sebagai kampus yang menerapkan zona integritas bebas KKN, ia berharap mahasiswa wajib melek dan mengetahui perkembangan terkini terkait pencegahan korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Pasalnya, mahasiswa sangat rentan dengan modus baru KKN yang melibatkan kemajuan teknologi dalam hal ini ajakan melalui gadget.
“Anak muda tentu dunianya sangat dekat dengan gadget. Karena itu mahasiswa harus melek terhadap situasi dan kondisi terkini apapun prodi yang sedang mereka ikuti. Mereka harus paham, karena modusnya bukan lagi konvensional seperti dulu,” ujarnya tegas.
Lebih jauh Rektor UKI meyakini ajakan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham RI untuk menjalankan tiga variabel guna mewujudkan zona integritas dalam lingkungan kampus adalah hal yang tepat. Ketiga hal itu adalah terkait legal structure, legal substance dan legal culture. Ketiga hal itu yakni transformasi di bidang penerapan struktur organisasi, regulasi dan mindset/norma sekaligus sanksi apabila terjadi pelanggaran.
“Kami yakin dengan nilai yang kami pegang erat yakni integritas mampu menjadikan komitmen kami sebagai kampus yang berpaham nasionalis memberi sumbangsih pembangunan bangsa di bidang pencegahan korupsi,” tutup Dhaniswara K. Harjono. (tim)