IPOL.DI – Pemerintah Indonesia untuk sementara berhenti mengirimkan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang sekarang dikenal sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia.
“Stop pengiriman PMI (TKI) semua sektor ke Malaysia mulai berlaku hari ini,” ungkap Duta Besar RI untuk Malaysia, Hermono, dikutip Antara, Rabu (13/7).
Dia mengatakan, kebijakan untuk menghentikan pengiriman PMI itu berlaku sampai ada komitmen dari Malaysia berhenti merekrut pekerja domestik melalui Sistem Maid Online (SMO). Namun, untuk pesanan yang sudah disetujui bisa dilanjutkan.
Sebelumnya dilaporkan adanya aktivitas di media sosial yang mengiklankan pekerja domestik asal Indonesia oleh agen perekrutan lepas.
Sedangkan pada 1 April 2022, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah menandatangani nota kesepahaman dengan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia M Saravanan tentang penempatan dan perlindungan PMI sektor domestik di Malaysia.
“Langkah itu diambil sebagai upaya memperbaiki tata kelola penempatan dan perlindungan PMI di Malaysia,” ucap Menaker saat itu.
Ida menegaskan, lewat nota kesepahaman itu disepakati bahwa penempatan PMI sektor domestik di Malaysia melalui Sistem Penempatan Satu Kanal atau One Channel System (OCS) sebagai satu-satunya kanal legal dalam perekrutan dan penempatan PMI sektor domestik di Malaysia.
Sistem tersebut akan mengintegrasikan sistem daring milik Indonesia dan Malaysia. Sehingga tidak akan ada lagi penempatan yang dilakukan secara langsung, tapi harus melalui agensi perekrutan kedua negara yang terdaftar di sistem tersebut.
PMI juga hanya akan bekerja di satu rumah dengan jumlah keluarga maksimal enam orang. Deskripsi pekerjaan dilakukan per jabatan agar pekerja Indonesia tidak akan melakukan pekerjaan ganda.
PMI juga masuk dalam skema asuransi ketenagakerjaan Malaysia untuk pekerja asing. Ditambah asuransi kesehatan yang biaya premi akan ditanggung oleh pemberi kerja.
Perwakilan Indonesia di Malaysia berwenang menetapkan besaran upah minimum PMI, yakni 1.500 ringgit Malaysia (RM) atau sekitar Rp5,1 juta. Sedangkan pendapatan minimum calon pemberi kerja sekitar Rp23 juta.
Di antara poin-poin lain yang digariskan dalam nota kesepahaman tersebut adalah hak cuti tahunan, hak untuk berkomunikasi, dan larangan menahan paspor.