IPOL.ID – Tim jaksa penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan mantan Direktur Utama PT Krakatau Steel, Fazwar Bujang. Fazwar ditahan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pabrik Blas Furnace Complex (BFC) oleh PT Krakatau Steel periode 2011.
“Tersangka FB (Fazwar Bujang) menjadi tahanan kota selama 20 hari terhitung sejak 18 Juli 2022 sampai dengan 6 Agustus 2022,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana di Jakarta, Senin (18/7).
Adapun penetapan status tahanan itu dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-26/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 18 Juli 2022.
Selan Fazwar, Kejagung saat yang sama juga menahan empat orang lainnya sebagai tersangka korupsi tersebut.
Dari keempat tersangka, dua orang di antaranya adalah mantan Direktur Utama PT Krakatau Engineering yakni, ASS (periode 2015-2010) dan FB (periode 2017-2012).
Sedangkan dua tersangka lainnya adalah General Manager Proyek PT Krakatau Steel periode 2013-2019, HW alias RH dan mantan Project Manager PT Krakatau Engineering, MR.
Ketut menjelaskan, tersangka ASS dan MR ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Sementara untuk tersangka BP dan HW alias RJ ditahan di Rutan Kelas I Salemba Jakarta Pusat.
“Masing-masing tersangka ditahan selama 20 hari terhitung sejak 18 Juli 2022 hingga 6 Agustus 2022,” jelasnya.
Terkait kasus posisi, pada 2011-2019 lalu, PT Krakatau Steel telah melakukan pengadaan pembangunan pabrik BFC, untuk memproses produksi besi cair (hot metal) dengan menggunakan bahan bakar batubara (kokas).
Dibangunnya pabrik BFC bertujuan untuk memajukan industri baja nasional dengan biaya produksi yang lebih murah, ketimbang menggunakan bahan bakar gas.
Namun dalam pelaksanaan perencanaan, tender/lelang, kontrak, dan pelaksanaan pembangunan, diduga telah terjadi penyimpangan.
Sehingga mengakibatkan pekerjaan BFC mangkrak karena tidak layak dan tidak dapat dimanfaatkan serta terdapat pekerjaan yang belum selesai dikerjakan.
“Akibatnya, diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar nilai kontrak Rp 6,9 triliun,” jelas Ketut.
Atas perbuatannya, kelima tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(ydh)