IPOL.ID – Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi kerja cepat Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang menonaktifkan Karo Paminal Divisi Propam Polri, Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto, sehubungan tewasnya Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso mengatakan, dengan pencopotan itu, sudah saatnya penanggungjawab tim khusus polisi tembak polisi, Komjen Pol Gatot Eddy Pramono juga Wakapolri, sekaligus pejabat sementara Kadiv Propam Polri harus memeriksa semua anggota Propam Polri.
“Juga anggota Polres Metro Jakarta Selatan yang terlibat dalam penanganan kasus tewasnya Brigpol J,” desak Sugeng, Kamis (21/7).
Hal ini dilakukan bila Tim Khusus Internal Polri mengikuti arahan Presiden Jokowi. Dia menegaskan kasusnya harus dituntaskan, jangan ditutupi, terbuka dan tak boleh ada keraguan dari masyarakat.
“Untuk tidak menutupi kasus sebenarnya dan menghilangkan keraguan dari masyarakat, sudah menjadi kewajiban tim khusus menelusuri adanya campur tangan dan perintah-perintah dari anggota Polri, baik Satker Divisi Propam dan Polres Jaksel, mulai sejak kejadian hilangnya nyawa Brigpol J,” kata Sugeng didampingi Data Wardhana, Sekjen Indonesia Police Watch kepada ipol.id, Kamis (21/7).
Dia menegaskan, penelusuran keterkaitan adanya anggota Polri dalam penanganan kasus ini juga perlu dilakukan oleh Kompolnas dan Komnas HAM. Bahan penyelidikannya sendiri sudah mendapatkan bahan dari masyarakat.
Seperti diketahui, laporan pertama muncul sesuai keterangan Karopenmas Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, yakni setelah mengetahui kejadian, Irjen Ferdy Sambo melaporkan peristiwa itu ke Kapolrestro Jaksel, Jumat (8/7).
Kejadian di rumah Irjen Ferdy sudah tentu membuat Kapolres Jaksel dan anggota di Divisi Propam Polri turut serta berada di tempat kejadian perkara (TKP). Bahkan keterlibatan anggota Propam Polri sampai mengantar jenazah ke rumah duka di Jambi. Termasuk adanya campur tangan saat adik kandung almarhum Brigpol J dipaksa menandatangani hasil otopsi.
“Jangan lupa, dalam kasus tewasnya polisi tembak polisi ini semua tersangkut dengan Divisi Propam Polri. Brigpol J tewas ditembak adalah ajudan Irjen Ferdy Sambo yang menjabat Kadiv Propam Polri. Penembaknya Bharada E juga ajudan Ferdy dan kejadian di rumah Irjen Ferdy Pejabat Utama Mabes Polri di Duren Tiga, Jakarta,” bebernya.
Dengan demikian, lanjut dia, segala urusan mengenai kejadian itu menjadi tanggungjawab Satker Propam Polri. Hal itu terlihat jelas dalam pengantaran jenazah ke rumah duka yangdilakukan oleh Propam Polri.
Jadi sangat wajar kalau tim khusus beranggotakan Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto selaku Ketua tim, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri dan Asisten SDM Polri, Irjen Wahyu Widada memeriksa semua anggota Polres Jaksel dan anggota Propam Polri. “Yang terlibat penanganan tewasnya Brigpol J dan menjadi perhatian publik,” imbuhnya.
Karena kejanggalan dalam penanganan kasus polisi tembak polisi itu muncul saat jenazah tiba di rumah duka di Jambi. Jasadnya tidak boleh dibuka keluarga. Pihak kuasa hukum keluarga menyatakan adik almarhum dilarang komandannya melihat proses autopsi. Bahkan, adiknya dipaksa tanda tangan hasil otopsi.
Karenanya, oknum-oknum yang melampaui kewenangan itu harus diberikan sanksi oleh Tim Khusus Internal Polri. “Sesuai transparansi berkeadilan dalam Polri Presisi yang dicanangkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit. Dan dilakukan sidang disiplin dan etik guna pertanggungjawaban,” kata Sugeng.
Indonesia Police Watch juga mendesak Tim Khusus Internal Polri melakukan tindakan hukum kepada anggota Polri, baik yang menghalangi proses hukum (obstruction of justice) dengan menerapkan Pasal 233 KUHP.
Bunyi pasal 233 KUHP menyatakan, “Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Bagaimana pun kasus ini harus dijadikan koreksi di tubuh Polri. Mengingat institusi Polri harus berani tegas dan menindak anggota-anggotanya yang terlibat penyimpangan dan pelanggaran hukum dalam kasus polisi tembak polisi itu.
“Apa yang menjadi arahan Presiden Jokowi cukup gamblang yakni jangan sampai ada keraguan dari masyarakat, harus dituntaskan dan jangan ditutupi. Sebab itu, Tim Khusus Internal Polri harus mengusut secara menyeluruh setiap anggota Polri yang terlibat penanganan kasus tewasnya Brigpol J tersebut,” katanya menutup pembicaraan. (ibl)