IPOL.ID – Dalam lima tahun terakhir, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai telah memiliki peran yang signifikan dalam menciptakan stabilitas sektor keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama dengan menerbitkan sejumlah kebijakan extra ordinary selama pandemi Covid-19.
CEO Solopos Media Group, Arief Budisusilo, mengatakan kinerja OJK yang positif dalam lima tahun terakhir layak untuk diapresiasi. Dia menilai kinerja positif paling signifikan terlihat selama dua tahun belakangan saat pandemi Covid-19.
“Indonesia mengalami pukulan akibat pandemi Covid-19. Ketika awal-awal menghadapi pandemi pada April 2020, saya ingat persis bagaimana OJK mengeluarkan extraordinary policy yang itu tidak biasa dilakukan oleh lembaga otoritas keuangan,” jelas Arif dalam diskusi daring, Forum Diskusi Salemba ke-81, Policy Center ILUNI UI, di Jakarta, Senin (11/7/2022).
Webinar dibuka oleh Ketua Umum Iluni UI, Andre Rahardian, dengan topik “Menakar Kinerja OJK dalam Menjaga Stabilitas Sektor Keuangan.
Dia mengatakan kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan OJK, serta pelonggaran bunga pinjaman memberikan benefit lebih luas kepada masyarakat. Bahkan hampir semua bank BUMN membukukan prestasi dari sisi aset, keuntungan dan indikator kinerja lain.
Di sisi lain, OJK dinilai mampu menciptakan kepercayaan pasar, sehinga sektor keuangan berjalan stabil dan ikut mendorong pemulihan ekonomi. Hingga pada akhirnya, di awal tahun 2021 sudah terlihat pemulihan ekonomi nasional dan terus berlanjut hingga saat ini, bahkan lebih cepat dari negara-negara lain.
“OJK menjaga fundamental sektor riil. Di pasar saham, di awal pandemi, OJK segera melarang short selling, auto rejection simeteris dipangkas. Bayangkan kalau itu tidak diubah, range lebar pasti pasarnya akan kacau sekali. Pre-opening ditiadakan, kemudahan buy back. Pasar modal stabil, kontribusi investor domestik meningkat,” tambahnya.
Di tempat yang sama, Ekonom Samudera Indonesia As’ad Mahdi menilai fungsi pengawasan yang dilakukan OJK berhasil meningkatkan kepatuhan dan mengurangi risiko perbankan, seperti risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, hukum, reputasi, strategis, kepatuhan, imbal hasil, investasi, transaksi intra-grup dan risiko asuransi.
“OJK memberikan kepercayaan kepada sektor keuangan nasional. Menjaga industri, tetapi juga melindungi konsumen. Kita harus akui dalam hal edukasi dan perlindungan konsumen, OJK bukan tidak melakukan apa-apa,” paparnya.
Dia menambahkan tingkat literasi keuangan masyarakat telah meningkat dari 29,7% pada tahun 2016 menjadi 38,03% tahun 2019 dan tingkat inklusi keuangan masyarakat naik dari 67,8% menjadi 76,19% pada periode yang sama.
OJK, jelasnya, aktif dalam kegiatan perlindungan konsumen melalui sistem layanan konsumen terintegrasi, serta melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Dari total pengaduan yang diterima, sebanyak 66,73% sudah diselesaikan dan sisanya 33,27% dalam proses.
OJK juga telah menerbitkan POJK No.6/2022 merupakan penyempurnaan regulasi terkait market conduct yang mengikat para pelaku jasa keuangan, diantaranya melalui kewajiban perancangan/pengujian produk dan layanan keuangan untuk menilai potensi risiko kepada konsumen, serta pelaksanaan tahapan product life cycle sebelum suatu produk dan layanan keuangan diluncurkan kepada masyarakat.
Penerapan ketentuan ini, menurutnya, tidak hanya berpihak kepada konsumen, tetapi juga menyeimbangkan kepentingan konsumen dan pelaku usaha jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan cost and benefit analysis. Hasil yang diharapkan adalah jumlah pengaduan masyarakat atas produk dan layanan keuangan dapat berangsur-angsur menurun seiring dengan implementasi ketentuan tersebut.
OJK juga terus aktif mendorong pelaku usaha jasa keuangan untuk terus meningkatkan perlindungan konsumen melalui penguatan pengawasan market conduct (perilaku pasar) sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan (POJK No.6/2022).
Ekonom Indef Nailul Huda menambahkan OJK juga mampu mendorong kinerja industri keuangan non-bank (IKNB), di tengah upaya mengatasi kasus-kasus besar dalam lembaga dana pensiun dan asuransi unit link.
Dari perbankan kebijakan OJK dengan menaikkan modal inti bank, paparnya lagi, mendorong perbankan melakukan rekonsiliasi. Hasilnya, semakin sedikit jumlah bank, semakin efektif meningkatkan efisiensi dan kinerja keuangan. Contohnya penggabungan unit bank Syariah di sejumlah bank BUMN.
“Tahun 2017, jika ditarik mundur, tahun awal DK OJK periode 2017-2022, cukup berhasil meningkatkan pertumbuhan kredit perbankan. Dari sekitar 6% menuju 12%,” terangnya.
Sementara itu, UMKM yang selama ini kurang tersentuh bank, memiliki alternatif mendapatkan pembiayaan. OJK sudah mulai terlihat berupaya memaksimalkan peran perbankan digital bagi pelaku UMKM. (sol)