IPOL.ID – Jembatan kaca pertama di Indonesia tengah dibangun di Kawasan Pariwisata Strategis Nasional (KSPN) Bromo Tengger Semeru. Jembatan itu, akan membentang sepanjang 120 meter di atas ketinggian 80 meter. Pembangunannya diharapkan dapat menggenjot sektor pariwisata dan dampak ekonomi di daerah tersebut.
“Keberadaan jembatan ini bakal menambah daya tarik kawasan wisata tiga gunung di Jawa Timur itu,” kata Kasatker Pelaksanaan Prasarana Permukiman Wilayah I BPPW Jawa Timur, Denny Kumara, pada media, di lokasi pembangunan jembatan kaca, belum lama ini.
Menurut Denny, progres konstruksi jembatan kaca ini sudah akan mencapai 85 persen di akhir bulan ini. Dengan nilai pekerjaan Rp 15,7 miliar. “Progres akhir bulan sudah 85 persen. Target selesai Desember 2022 peresmian,” jelasnya.
Berdasarkan pantauan di lokasi, saat ini sudah digarap konstruksi awal penyangga jembatan dari dua sisi, di mana terdapat jurang di tengah kedua sisi ini. Saat ini, pihak PUPR tengah melakukan pengujian laboratorium untuk kaca-kaca yang bakal digunakan sebagai lantai jembatan.
Menurut PPK Jembatan Kaca atau Perekayasa Ahli Muda Achmad Riza Chairulloh, dipilihnya jenis jembatan kaca ini dengan tujuan para pengunjung dapat menikmati tiga pertunjukan dalam sekali jalan. Yaitu, para pengunjung yang datang ke Bromo-Tengger-Semeru dapat menikmati sensasi berdiri di atas jembatan kaca dengan melihat pemandangan ke bawah, di mana terdapat jurang sedalam 80 meter. Pemandangan horizontal yang membentang di depan jembatan, adalah tiga gunung berikut kawah di depannya.
“Kita juga bisa wisata ekosistem di bawahnya ada konservasi vegetasi. Kemudian yang ketiga kami tawarkan malam hari ada konsep pencahayaan jembatan,” ujarnya.
Sementara Kepada Desa Ngadisari, Sunaryono menjelaskan bahwa Desa Ngadisari adalah masyarakat adat atau bisa dikatakan desa adat. Dimana, mayoritas menganut agama Hindu Tengger. Banyak tempat di kawasan Seruni Point yang disakralkan oleh masyarakat setempat. Selain itu, banyak juga kebiasaan hidup yang perlu dihormati agar tidak terjadi benturan atau hambatan di tengah perjalanan. “Contohnya setiap melaksanakan kegiatan, kita melakukan upacara. Itu harus diikuti oleh kontraktornya,” tambahnya.
Oleh karena itu, setiap pekerjaan yang hendak dilakukan harus disertai dengan koordinasi pihak desa. Nantinya, pihak Desa Ngadisari akan menunjukkan titik-titik mana saja yang harus dihindari oleh pelaksana proyek.
Apabila aturan tersebut dilanggar, bukan hanya proyek yang sedang dikerjakan saja yang terhambat, tetapi masyarakat juga akan terkena dampaknya. “Kita harapkan, tempatnya maju, wilayahnya maju, tapi jangan sampai masyarakat kita malah mundur, apalagi hanya menjadi penonton,” ujar Sunaryono.(vit)