IPOL.ID – Staf Ahli Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat, Yagus Suyadi menerima kunjungan dari Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatra Barat di Aula PTSL Kementerian ATR/BPN, Jakarta pada Senin (4/7/2022). Turut mendampingi, Kepala Biro Hukum Kementerian ATR/BPN, Joko Subagyo.
Dalam pengantarnya, Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat mengatakan, pemerintah wajib memberikan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya masyarakat hukum adat.
Menurutnya, keberadaan ulayat adalah kewenangan dari pemerintah daerah dalam menetapkan subjek, siapa dan di mana wilayah ulayat itu sendiri, juga aturan-aturan yang mengatur tentang tanah ulayat.
“Ketika sudah dibentuk aturan dan penetapan oleh pemerintah daerah, maka tugas setelahnya adalah melakukan pengukuran hingga pendaftaran tanah oleh Kementerian ATR/BPN,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, Yagus Suyadi sangat mengapresiasi inisiatif dari Bapemperda DPRD Sumatra Barat dalam melakukan harmonisasi atau konsultasi terkait Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Tanah Ulayat.
“Terkait dengan pemerintah daerah yang berusaha membuat perda tentang tanah ulayat, kami sangat senang karena sangat membantu kami. Khususnya dalam rangka mendaftarkan tanah ini, yang terkadang kami masih mengalami kesulitan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yagus Suyadi menuturkan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) sangat mengakomodir keberadaan masyarakat hukum adat.
Di dalam pelaksanaan UUCK, Kementerian ATR/BPN memiliki inisiatif supaya wilayah ulayat tidak akan hilang ataupun berkurang. Maka, di dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan (HPL), Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, dimasukkanlah masyarakat hukum adat sebagai salah satu subjek dari penerima hak atas tanah tersebut.
“Artinya dengan landasan UUCK, komitmen dari Kementerian ATR/BPN akan bisa memberikan kepastian kepada masyarakat hukum adat, kita berikan hak pengelolaan,” tuturnya.
“Kami memberikan solusi di PP 18/2021, kalau diberikan HPL kepada masyarakat ulayat, begitu berakhir sudah otomatis kembali menjadi tanah ulayat, karena dasar penerbitan ini berdasarkan perjanjian pemanfaatan tanah. Kita pastikan juga mengenai hak dan kewajiban para pihak, kalau ditelantarkan, tidak sesuai dengan keputusan pemberian hak, maka statusnya bukan ditetapkan sebagai tanah telantar, dengan PP 18/2021 sudah otomatis kembali menjadi tanah ulayat,” tambah Yagus Suyadi.
Diharapkan dengan adanya Ranperda terkait dengan Tanah Ulayat khususnya di Sumatra Barat, dapat membantu mewujudkan mimpi besar pemerintah, yaitu seluruh bidang tanah terdaftar dan terpetakan, termasuk tanah ulayat. Dengan demikian, diharapkan juga dapat meminimalisir masalah pertanahan di kemudian hari. (Sol)