IPOL.ID – Pengamat politik Rocky Gerung menilai Indonesia belum merdeka secara ekonomi maupun politik. Terkait ekonomi, masih banyak orang miskin sedangkan secara politik bangsa ini belum merdeka dari jeratan presidential threshold 20 persen.
“Kesimpulan saya, Indonesia tidak merdeka baik secara ekonomi dan politik. Sebab kejahatan ekonomi-politik dapat disembunyikan dari CCTV, tapi tidak dapat disembunyikan dari kecerdasan akal,” katanya dalam diskusi publik “Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka, Membangun Ekonomi, Politik, dan Hukum yang Beradab” di aula Soho Pancoran, Jakarta, yang digagas oleh portal berita Forum News Network (FNN), Rabu (10/8)
Rocky juga mengaitkan permasalahan di istana dengan teori fisika thermodinamika. Dikatakannya, oposisi penting karena merupakan teguran atau interupsi terhadap kekuasaan.
Selain Rocky, beberapa pembicara yang hadir antara lain HAA LaNyalla Mahmud Mattalitti (Ketua DPD), Tamsil Linrung (anggota DPD), Ichsanuddin Noorsy (pengamat ekonomi), MS Kaban (manten Menteri Kehutanan), dan Ahmad Yani (praktisi hukum). Acara yang berlangsung selama 4 jam itu dipandu oleh dua wartawan senior FNN, Hersubeno Arief sebagai moderator dan Agi Betha sebagai MC.
“Jadi, kalau hari ini kita melakukan refleksi 77 tahun Indonesia merdeka dengan tonggak Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi tidak nyambung lagi. Karena negara proklamasi sudah bubar sejak 2002 lantaran pergantian konstitusi yang dilakukan di tahun 1999 sampai 2002 telah memenuhi unsur-unsur pembubaran negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Sebab telah menghilangkan nilai perjanjian luhur bangsa Indonesia,” cetus LaNyalla dalam pidato yang disampaikan secara onlin.
Sementara, Tamsil Linrung mengutarakan, berdasarkan relevansi tujuan bernegara yang terlampir pada mukadimah UUD 1945. Tamsil menyoroti ketidaksetaraan kehidupan masyarakat dengan isi tujuan negara dengan merefleksikannya melalui kondisi masyarakat Indonesia.
Selain itu, faktor lainnya datang dari pengaruh oligarki yang mana ditempatkan pada masa keemasan di negara ini. Tamsil juga menyampaikan adanya harapan terjadi reformasi ketika suatu konstitusi kebablasan saat menangani permasalahan.
Praktisi hukum Ahmad Yani, menyinggung dari sisi hukum bahwa adanya kontradiksi dalam batang tubuh UU mengenai liberalisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar UUD negara Indonesia. Yani juga menyentil soal konstruksi lembaga negara dan produk undang-undang yang perlu dikaji ulang.
Dalam kesempatan ini, Yani juga mengharapkan agar struktur institusi dapat ditata ulang sehingga berbagai permasalahan yang sedang dihadapi, seperti kasus FS, KM50, dan Djoko Tjandra dapat diselesaikan oleh institusi yang terlibat sesuai dengan prosedurnya.
Mantan Menteri Kehutanan MS Kaban merujuk pada pendapat LaNyalla dan Yani bahwa batang tubuh UU yang berubah, sedangkan pembukaan adalah tekad niat negara Indonesia. Kaban mengaitkan pada persoalan sejarah orde baru hingga masa reformasi. Keunggulan partai-partai yang tidak reformis sehingga terjadi perubahan UUD yang tidak sesuai dengan mekanisme.
Kaban juga mempertanyakan pertanggungjawaban presiden dan berpesan agar masyarakat memahami keadaan politik di Indonesia, terutama generasi muda. “Enak banget jadi presiden sekarang, tidak ada pertanggungjawaban di akhir jabatan,” katanya heran.
Dari sudut pandang ekonomi, Ichsanuddin Noorsy membahas kecemasan masyarakat. Kecemasan yang berkaitan dengan ekonomi itu dibagi menjadi periode masa Soekarno hingga tahun 1998 dan masa Habibie sampai Joko Widodo. Kesimpulan yang disampaikan adalah Indonesia belum merdeka.
Dalam bahasannya, masyarakat harus dapat menerima 5-I, yaitu dapat menerima invasi, intervensi, infiltrasi, interferensi, dan tidak perlu takut untuk intimidasi. Ichsanuddin juga membahas utang yang dimiliki di setiap periode kepresidenan yang berdampak pada masalah struktural. (ahmad)