IPOL.ID – Saat hakim memvonis empat tahun penjara pada Bupati nonaktif Bogor, Ade Yasin dalam persidangan, Jumat (23/9). Emak-emak yang mengikuti jalannya sidang menangis dan berteriak saat mendengar majelis hakim memutuskan hukuman pada Ade Yasin.
Setelah vonis dibacakan, emak-emak yang peduli terhadap Ade langsung berteriak. “Dzolim dan ngaco,” teriak perempuan mengenakan hijab di ruang sidang Tipikor Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/9).
Tak ayal, puluhan emak-emak pun menangis dan protes kepada putusan hakim yang dipimpin oleh Hera Kartiningsih. “Ngaco, mereka semua orang-orang dzolim,” ungkap emak-emak lainnya.
Vonis yang dilayangkan kepada Ade Yasin lebih berat ketimbang tuntutan jaksa yang menuntut tiga tahun penjara. “Huuuuuu, jahanam, dzolim, mana keadilan,” umpat para pendukung Ade Yasin.
Terkait putusan itu, Kuasa Hukum Ade Yasin, Dinalara Butar Butar mengajukan banding setelah majelis hakim memberikan vonis empat tahun penjara atas perkara dugaan suap auditor BPK.
“Sudah pasti kita ajukan banding, sejak awal sudah saya sampaikan, terdakwa dapat hukuman satu hari pun kami akan melakukan pembelaan upaya hukum, karena terdakwa tidak bersalah,” tuturnya pada wartawan usai sidang putusan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jumat.
Dia menyampaikan, hakim mengesampingkan fakta persidangan, karena sebanyak 39 saksi yang dihadirkan jaksa dan dua saksi ahli memberikan keterangan bahwa Ade tidak terlibat.
“39 saksi dengan dua saksi ahli, sama sekali tidak jadi pertimbangan. Kami kecewa sekali. Mungkin media-media semua sudah pernah menyaksikan persidangan, tidak ada satu saksi pun yang mengatakan keterlibatan Ibu Ade,” terang Dosen Universitas Pakuan itu.
Menurutnya, selama persidangan tidak ada satu alat bukti pun dimiliki jaksa untuk membuktikan keterlibatan Ade Yasin. Sebab, diungkapnya, Ade tidak terjaring operasi tangkap tangan (OTT), melainkan dijemput di kediamannya untuk dimintai keterangan atas penangkapan beberapa pegawai Pemkab Bogor.
“Karena memang faktanya terdakwa dibawa untuk dimintai keterangan dan tidak sedang melakukan tindak pidana. Penjemputan yang dilakukan kepada terdakwa tertanggal 27 April 2022, pukul 03.00 WIB dini hari di kediamannya hanya untuk dimintai keterangan,” ulasnya.
Sementara, dakwaan jaksa mengenai adanya pengondisian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bogor agar meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI Perwakilan Jawa Barat terpatahkan oleh keterangan para saksi yang dihadirkan selama sidang di Pengadilan Tipikor Bandung.
Terdakwa AM yang merupakan penanggung jawab tim auditor BPK mengaku kepada majelis hakim yang diketuai Hera, bahwa dia sempat bertemu dengan Ade Yasin pada Oktober 2021, namun bukan dalam rangka pengkondisian WTP, melainkan mengenai hal lain.
“Waktu itu momen Bu Ade berduka, suaminya Bu Ade meninggal dunia. Saya sekaligus menyampaikan duka cita, silaturahmi sifatnya. (Pembahasannya) terkait omnibuslaw, penanganan COVID, sifatnya umum-umum saja,” ujarnya saat memberikan keterangan di pengadilan pada Rabu (24/9).
Meski menjabat sebagai penanggung jawab, AM tidak memiliki kewenangan dalam mengondisikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas LKPD.
“Tidak punya kewenangan. (Semua pemeriksa) tidak,” kata AM.
Sebelumnya, saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa KPK, Wiryawan Chandra menyebutkan bahwa adanya pertemuan Ade Yasin dengan auditor BPK bukan pelanggaran WTP.
Wiryawan yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta saat sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin menerangkan bahwa pertemuan itu dibolehkan sebagai pintu memperbaiki laporan keuangan pemerintah.
“Ruang-ruang pertemuan itu memang disediakan untuk perbaikan. Mempersilahkan kepala daerah melakukan perbaikan-perbaikan,” katanya saat memberikan keterangan di pengadilan pada Senin (29/8).
Sebab, BPK memberi peluang kepada institusi yang diperiksa untuk memperbaiki laporan keuangan jika terdapat temuan-temuan di lapangan oleh auditor BPK.
“Prinsipnya harus mengefektifkan pelaksanaan Undang-Undang. Kalau pertemuan-pertemuan tadi itu harus dalam rangka mengefektifkan hasil-hasil dari auditor tadi,” terang Wiryawan.
Sementara itu, saksi ahli dihadirkan terdakwa Ade, Inspektur IV Inspektorat Jenderal Kemendagri Arsan Latif menyebutkan bahwa perbaikan laporan keuangan merupakan kewajiban bagi institusi pemerintah setelah melalui proses pemeriksaan oleh BPK RI.
“Jika kepala daerah tidak memperbaiki kewajibannya (temuan BPK), ini malah menjadi pertanyaan,” tukas Arsan saat memberikan keterangan di pengadilan pada Senin (29/8).
Kemudian dia menjawab terkait upaya mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID) yang disebut-sebut jadi motif Pemerintah Kabupaten Bogor dalam dugaan suap untuk memperoleh opini WTP.
“Setau saya WTP itu bagian kecil saja untuk mendapatkan DID ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, majelis hakim memberikan vonis empat tahun penjara dan mencabut hak politik Ade Yasin selama lima tahun.
“Menyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar Hera.
Majelis hakim menilai Ade Yasin secara sah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
“Pidana yang akan dijatuhkan dilihat dari kepentingan, mengingat (Ade Yasin) melakukan korupsi masih menjabat sebagai bupati Bogor, sebagai bupati Bogor harus beri suri tauladan yang baik tentang korupsi,” tukasnya. (Joesvicar Iqbal/msb)