Jika memang perusahaan DP tidak bisa menggaji karyawan karena disita Kejaksaan, sambung Yenti, maka harus dipisahkan uang perusahaan yang sah, dan uang perusahaan diduga hasil kejahatan.
“Kalau memang ada uang perusahaan sendiri, ya itu haknya. Tetapi, kalau itu ternyata perusahaan hasil kejahatan dan orang minta gaji ya enggak mungkin kan. Makanya, DPR harus segera memiliki UU perampasan aset, sehingga nanti disitu diaturnya,” tukas Yenti.
Dia menyebut, perampasan aset termasuk pemblokiran rekening juga harus melindungi orang-orang yang beritikad baik. Seperti karyawan yang tidak tahu apa-apa.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir menyebutkan, sisi lain dari perhitungan kerugian negara. Dia menegaskan, dalam perkara korupsi yang berkompeten menghitung kerugian keuangan negara adalah BPK RI. Sebab, penggunaan uang negara atau uang yang harusnya masuk ke negara, akan disusun laporan pertanggungjawaban oleh BPK RI.
“Kalau yang melakukan audit bukan BPK RI, berarti uang itu bukan keuangan negara atau tidak termasuk keuangan Negara,” kata dia.