Sumedana mengungkap, terdapat sejumlah alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice kepada tersangka kasus tindak pidana.
Di antaranya, telah dilaksanakan proses perdamaian, tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, serta ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Selain itu, rersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya sehingga proses perdamaian pun dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
“Karenanya tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” jelas Sumedana.
Selanjutnya, Jampidum memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan restorative justice untuk ke-15 tersangka tersebut.
Hal itu mengacu Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Yudha Krastawan)