Kemudian Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak Universitas Indonesia (UI), Prof Haula Rosdiana juga mempertanyakan dasar tuntutan dan mengkritisi lebih jauh. Dia menyebut, dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 pun disebutkan, kerugian yang terjadi dalam tindak pidana korupsi sulit dibuktikan secara akurat.
Di sisi lain, hingga saat ini belum ada aturan yang mengatur metode penghitungan kerugian perekonomian negara.
“Ini bertentangan dengan prinsip perumusan tindak pidana yang seharusnya memenuhi prinsip hukum harus tertulis, harus ditafsirkan seperti yang dibaca, tidak multitafsir. Kalau ini belum diatur bahaya, setiap orang nanti pakai metode berbeda sesuai seleranya, tidak ada kepastian dan standarisasi,” ungkapnya ketika dihubungi wartawan.
Haula yang juga sempat memberi keterangan di persidangan sebagai saksi ahli kasus minyak goreng (migor) menyampaikan bahwa metode menggunakan input-output (I-O) tak tepat. Sebab, metode itu biasanya digunakan untuk perencanaan pembangunan.