IPOL.ID – Protes besar mengguncang Iran di beberapa kota, termasuk Teheran, pada Kamis malam (16/2) lalu. Mereka menyerukan penggulingan Republik Islam.
Demo ini pecah usai dalam beberapa pekan terakhir, kondisi Iran kondusif.
Demo dimulai pada Kamis malam. Demo ini menandai 40 hari sejak eksekusi dua pengunjuk rasa bulan lalu.
Mohammad Mehdi Karami dan Seyyed Mohammad Hosseini digantung pada 8 Januari. Dua lainnya dieksekusi pada Desember.
Protes yang melanda Iran dimulai September lalu setelah kematian wanita Kurdi Iran berusia 22 tahun, Mahsa Amin dalam tahanan, karena melanggar kebijakan hijab, yang mengharuskan wanita untuk menutupi seluruh rambut dan tubuh mereka.
Video pada hari Jumat menunjukkan demonstrasi semalam di beberapa lingkungan di Teheran serta di kota Karaj, Isfahan, Qazvin, Rasht, Arak, Mashhad, Sanandaj, Qorveh, dan Izeh di provinsi Khuzestan.
Sebuah video online konon dari kota suci Syiah Masyhad di timur laut menunjukkan pengunjuk rasa meneriakkan: “Saudaraku yang mati syahid, kami akan membalas darahmu.” Demikian dikutip dari Reuters.
Namun, Reuters tidak dapat memverifikasi video tersebut.
Gelombang panjang kerusuhan telah menjadi salah satu tantangan terkuat bagi Republik Islam sejak revolusi 1979.
Menentang aturan hijab secara terbuka, para wanita melambaikan tangan dan membakar syal mereka atau memotong rambut mereka.
Nyanyian anti-rezim bergema di seluruh Teheran dan kota-kota lain setiap malam. Pemuda menyemprotkan grafiti di malam hari mencela republik atau membakar papan reklame pro-pemerintah atau tanda-tanda di jalan raya utama.
Perempuan tak bercadar muncul di jalanan, mal, toko, dan restoran meski ada peringatan keras dari pejabat.
Banyak wanita di antara puluhan tahanan yang baru dibebaskan telah berpose di depan kamera.
Pihak berwenang belum mundur dari kebijakan jilbab wajib, pilar Republik Islam.
Dalam beberapa minggu terakhir media Iran telah melaporkan penutupan beberapa bisnis, restoran dan kafe karena tidak mematuhi aturan hijab.
Awal bulan ini, apotek Teheran diperintahkan untuk ditutup karena “pemiliknya tidak menghormati orang yang memperingatkannya untuk mematuhi hijab”, kantor berita Mizan melaporkan pada hari Rabu.
Pekan lalu, pejabat Iran meminta serikat pekerja untuk penegakan peraturan jilbab yang lebih ketat di toko dan bisnis Teheran.
Mahasiswi bercadar yang “tidak benar” diperingatkan bulan lalu bahwa mereka akan dilarang memasuki Universitas Teheran, sementara media lokal melaporkan bahwa sekitar 50 mahasiswa dicegah memasuki Universitas Urmia di barat laut karena melanggar aturan jilbab.
Aktivis HAM mengatakan lebih dari 500 pengunjuk rasa telah tewas sejak September, termasuk 71 anak di bawah umur.
Hampir 20.000 telah ditahan. Setidaknya empat orang telah digantung, menurut pengadilan.
Karami, juara karate berusia 22 tahun, dan Hosseini dihukum karena membunuh seorang anggota milisi pasukan paramiliter Basij.
Amnesty International mengatakan pengadilan yang menghukum Karami mengandalkan pengakuan paksa. Pengacara Hosseini mengatakan kliennya telah disiksa.
Dua lainnya dieksekusi masing-masing pada 8 dan 12 Desember.
Lima aktivis perempuan yang dibebaskan pada hari Kamis mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa mereka berutang kebebasan kepada solidaritas “orang-orang dan pemuda Iran yang mencintai kebebasan”, menurut postingan media sosial.
“Hari kebebasan sudah dekat,” kata mereka. (Far)