Pertama, SETARA Institute mengecam keras terjadinya kasus pembubaran peribadatan di GKKD Bandar Lampung. Gangguan dan pembubaran atas peribadatan, yang dijamin oleh konstitusi, tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
Kedua, dalam konteks kasus GKKD, SETARA Institute mengapresiasi pihak kepolisian, khususnya Polresta Bandar Lampung, yang memberikan jaminan keamanan juga Pemda yang memberikan izin sementara selama 2 (dua) tahun kepada GKKD Bandar Lampung, sambil mengurus perizinan pendirian rumah ibadah. Langkah akomodatif dan fasilitatif semacam itu perlu direplikasi di berbagai kasus penolakan rumah ibadah, peribadatan, dan sarana peribadatan di daerah lain, seperti di Kabupaten Bogor, Kota Cilegon, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Sintang, Kota Depok, dan lain sebagainya.
Ketiga, Pemerintah Pusat hendaknya melakukan langkah progresif untuk membuktikan bahwa Pemerintah memiliki komitmen dan kewibawaan dalam menegakkan jaminan hak konstitusional warga negara atas kebebasan beragama/berkeyakinan dan kebebasan untuk beribadah. Antara lain dengan revisi PBM 2 Menteri, khususnya dengan mencabut syarat administratif dukungan 90 orang Jemaat dan 60 orang di luar Jemaat, perubahan paradigma pengaturan peribadatan dan pendirian rumah ibadah dari pembatasan ke fasilitasi, dan pergeseran peran FKUB ke perwujudan dan pemeliharaan kerukunan dengan memperluas fungsi-fungsi kampanye toleransi, penyediaan ruang-ruang perjumpaan lintas agama, serta mitigasi dan resolusi konflik yang mengganggu kerukunan antar agama, termasuk mediasi dan resolusi jika terjadi kasus penolakan peribadatan dan pendirian tempat dan rumah ibadah.