Studi bersama yang dilakukan kedua entitas mendapatkan dukungan dari NEDO, lembaga riset dan pengembangan nasional Jepang yang mendorong pengembangan teknologi dalam rangka membangun kehidupan masyarakat yang berkelanjutan.
“Hidrogen bersih adalah salah satu bisnis masa depan Pertamina. Kami saat ini juga tengah mengembangkan pilot project hidrogen hijau di area geothermal Ulubelu dengan target produksi 100 kg/hari. Kami sangat antusias dengan kerja sama dengan TEPCO HD dan NEDO untuk pengembangan hidrogen hijau dan amonia hijau ini. Kami percaya kolaborasi ini akan menciptakan nilai yang tinggi, terutama dalam upaya transisi energi serta dekarbonisasi,” ungkap Dannif Danusaputro.
Indonesia merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia, di mana potensi ini selain dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pembangkitan listrik juga dapat dimanfaatkan untuk produksi hidrogen hijau serta amonia hijau.
Pertamina NRE memiliki portofolio energi panas bumi yang dikelola oleh anak usahanya, PT Pertamina Geothermal Energy, Tbk. (PGE) yang baru saja secara resmi mencatatkan sahamnya di bursa efek Indonesia dengan kode PGEO. Saat ini PGE mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dengan kapasitas terpasang sebesar 1,8 GW, di mana 672 MW dioperasikan dan dikelola langsung oleh PGE dan 1.205 MW dikelola dengan skenario Kontrak Operasi Bersama. Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE berkontribusi sebesar sekitar 79 persen dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, dengan potensi pengurangan emisi CO2 sebesar sekitar 9,7 juta ton CO2 per tahun.