IPOL.ID – Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan telah meneliti kembali transaksi mencurigakan yang diduga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hasilnya, total nilai transaksi tersebut berubah dari Rp300 triliun menjadi 349 triliun.
Mahfud menegaskan transaksi tersebut tidak semuanya melibatkan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tapi lebih banyak melibatkan orang di luar kementerian itu.
“Ini adalah laporan tindak pidana pencucian uang. Memang jumlahnya besar, karena menyangkut orang luar tapi ada kaitan orang dalam,” ujar Mahfud di Jakarta, Senin (20/3/2023) dikutip dari VOA Indonesia.
Mahfud menambahkan telah terdapat sejumlah kesepakatan antara Kemenko Polhukam, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kemenkeu. Antara lain Kemenkeu akan menyelesaikan Laporan Hasil Analisis (LHA) dari PPATK yang diduga sebagai TPPU.
Langkah ini akan ditempuh baik yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu maupun pihak luar.
Kata Mahfud, langkah ini juga seperti yang sudah dilakukan oleh Dirjen Pajak, yang berhasil menambah penerimaan negara Rp7,8 triliun dan Dirjen Bea Cukai sebesar Rp1,1 triliun.
“Apabila dari laporan pencucian uang ditemukan alat bukti terjadinya tindak pidana, maka LHA akan ditindaklanjuti dengan proses hukum oleh Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal,” tambah Mahfud.
Kendati demikian, kata Mahfud, jika ditemukan tindak pidana, kasusnya dapat pula diserahkan kepada aparat penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, ataupun KPK.
Menteri Keuangan Klarifikasi Soal Transaksi Mencurigakan
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklarifikasi pernyataan yang menyebut pihaknya tidak merespons laporan terkait transaksi mencurigakan dari PPATK.
Menurutnya, Kemenkeu baru menerima surat dari PPATK yang berisi dugaan transaksi mencurigakan tersebut pada 13 Maret 2023. Itupun, kata dia, sebagian besar transaksi keuangan tersebut tidak berkaitan dengan pegawai Kemenkeu, melainkan orang lain atau perusahaan.
“Dari 300 surat tadi (dari PPATK), 65 surat berisi transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perseorangan, yang tidak ada orang Kemenkeu di dalamnya,” jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan surat-surat tersebut dikirimkan ke pihaknya karena berkaitan dengan tugas Kemenkeu, terutama soal ekspor dan impor.
Adapun total nilai transaksi dalam 65 surat tersebut mencapai Rp253 triliun. Sedangkan surat yang berkaitan dengan aparat penegak hukum senilai Rp74 triliun. Sisa surat lainnya berkaitan dengan pegawai Kemenkeu, yang kata Sri Mulyani, nilai transaksinya lebih kecil.
Sri Mulyani menambahkan Kemenkeu juga menghargai data-data yang disampaikan oleh PPATK, meskipun terdapat perbedaan data dengan Dirjen Pajak atau Dirjen Bea Cukai.
Kata dia, data-data yang disampaikan oleh PPATK sebagian berasal dari inisiatif lembaganya. Karena itu, ia meyakinkan bahwa Kemenkeu akan bekerja sama dengan lembaga lain seperti PPATK untuk memberantas korupsi atau TPPU. (VOA Indonesia/Far)