IPOL.ID – Ketua Umum Syarikat Islam, Hamdan Zoelva mengaku kaget atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mempertanyakan kompetensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut.
“Walaupun masih putusan tingkat PN yang masih bisa banding dan kasasi, tetapi perlu dipertanyakan pemahaman dan kompotensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut. Karena bukan kompotensinya. Jelas bisa salah faham atas objek gugatan,” ujar Hamdan Zoelva dalam cuitannya, dikutip Jum’at (3/3/2023).
Menurutnya, PN Jakarta Pusat seharusnya memahami bahwa sengketa Pemilu merupakan ranah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Begitu pun dengan sengketa pemilu hasil dari putusan Mahkamah Konstitusi.
“Seharusnya difahami bahwa sengketa pemilu itu, termasuk masalah verifikasi peserta pemilu adalah kompotensi peradilan sendiri, yaitu Bawaslu dan PTUN, atau mengenai sengketa hasil di MK. Tidak bisa dibawa ke ranah perdata dengan dasar PMH,” katanya.
Hamdan Zoelva menegaskan, tidak ada kewenangan PN untuk memutuskan masalah sengketa Pemilu. Sehingga, tegasnya, keputusan PN Jakpus yang menghukum KPU untuk menunda Pemilu 2024 menjadi salah.
“Tidak ada kewenangan PN memutuskan masalah sengketa pemilu, termasuk masalah verfikasi dan bukan kompotensinya, karena itu putusannya pun menjadi salah,” imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). PN Jakpus pun menghukum KPU untuk menunda Pemilu.
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.(Peri)