IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus dugaan korupsi pemotongan tukin pegawai di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tahun Anggaran 2020-2022.
KPK bahkan sudah melakukan penggeledahan di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) dan Kementerian ESDM. Statusnya bahkan sudah naik ke tingkat penyidikan.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, dugaan korupsi dari potongan tukin pegawai di Kementerian ESDM ini menambah panjang “drama” terkait kesejahteraan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sebelumnya, publik menyoroti terjadinya ketimpangan tukin antar kementerian bergelar “sultan” dengan kementerian/lembaga lainnya.
“Dugaan korupsi di (kementerian) ESDM ini menambah miris potret kesejahteraan ASN. Apalagi, dugaan awal keuangan negara yang dikorupsi berasal dari tukin pegawai. Potongan tukin pegawai yang berkisar puluhan miliar itu diduga mengalir untuk kepentingan beberapa oknum di kementerian tersebut,” ungkap Hasto pada wartawan di Jakarta, Rabu (28/3).
Menurut dia, pegawai di Kementerian ESDM yang mengetahui atau memiliki informasi terkait dugaan korupsi ini, tidak perlu segan apalagi takut untuk membantu penyidik. Negara sudah memiliki mekanisme perlindungan bagi saksi, termasuk saksi pelaku (Justice Collaborator/JC) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.
“Permohonan perlindungan ke LPSK bisa diajukan sendiri oleh yang bersangkutan (saksi), atau direkomendasikan oleh pihak lain, semisal penyidik dalam hal ini KPK yang tengah menyidik dugaan korupsi di ESDM,” tegas Hasto.
LPSK, lanjut Hasto, sebagaimana mandat Undang-Undang siap memberikan perlindungan bagi saksi maupun saksi pelaku yang mau bekerjasama dengan penyidik untuk mengungkap tuntas dugaan kasus korupsi potongan tukin ini.
“Bagi pelaku/tersangka juga dimungkinkan mendapatkan perlindungan jika yang bersangkutan bersedia menjadi JC dengan membantu penyidik memberikan informasi untuk mengungkap modus dan menjerat pelaku utama dalam kasus korupsi tukin ini,” tukas Hasto.
Dia menjelaskan, sebenarnya di lingkungan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, sudah dibangun mekanisme whistleblowing system (WBS), yang terhubung dengan KPK untuk proses hukumnya, dan LPSK untuk perlindungan terhadap pelapor maupun saksinya.
Namun, mekanisme WBS itu seringkali tersendat karena masih adanya keraguan dari pelapor terkait perlindungan terhadap mereka.
“Jika memang mekanisme WBS belum maksimal, kami (LPSK) membuka pintu bagi saksi untuk mengajukan perlindungan langsung ke LPSK, banyak media yang bisa digunakan, mulai datang langsung ke LPSK, via aplikasi permohonan perlindungan (android) maupun pesan singkat melalui Whatspss di 085770010048,” tutup Hasto. (Joesvicar Iqbal)