IPOL.ID – Banyak pihak menganggap Pemilu 2019 menyisakan satu pengalaman buruk dalam kehidupan berbangsa dan berdemokrasi di Tanah Air, yaitu menyeruaknya politik identitas yang menimbulkan polarisasi sosial yang tajam di tengah masyarakat.
Unntuk itu Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin menegaskan bahwa Pemilu 2024 diharapkan terbebas dari penggunaan politik identitas yang dapat menyebabkan polarisasi sosial.
“Polarisasi Pemilu lalu, yang kemudian membawa isu-isu identitas, itu jangan sampai diulangi,” tegasnya saat memberikan keterangan pers usai menghadiri acara Dialog Kebangsaan bersama partai politik dalam rangka persiapan Pemilu 2024 di The St. Regis Hotel, Jakarta, Senin (13/3).
Karena itu, lanjut Wapres, kampanye dan sosialisasi larangan penggunaan politik identitas harus terus dilakukan seluruh pihak terkait jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan Pemilu pada Februari 2024 mendatang.
“Seperti acara dialog kebangsaan, kemudian juga tentu sosialisasi terus dilakukan supaya tidak terulang,” ucapnya.
Di samping itu, partai politik dan para kontestan Pemilu lainnya juga diharapkan dapat membuat pakta integritas atau kesepakatan-kesepakatan mengenai larangan penggunaan politik identitas.
“Dan diingatkan terus supaya partai-partai politik bisa mengendalikan diri untuk tidak menggunakan cara-cara politik identitas, sehingga membawa polarisasi yang bisa membelah bangsa,” tuturnya.
Kemudian saat ditanya apakah ada indikasi penggunaan politik identitas menjelang Pemilu 2024, Wapres mengakui bahwa hal tersebut memang mulai tampak.
“Saya kira sudah ada, sudah pernah dilihat, misalnya memakai masjid sebagai tempat kampanye. Itu salah satu indikasi. Kalau itu tidak segera dicegah, tempat-tempat ibadah, tempat-tempat pendidikan, dijadikan tempat kampanye,” katanya.
Termasuk juga pesantren, sambungnya, yang dikhawatirkan akan menjadi tempat polarisasi sosial.
“Nanti pembelahan (polarisasi) bukan hanya di masyarakat tapi di dalam pesantren, di dalam masjid, di tempat-tempat ibadah itu bisa terjadi,” ujarnya.
Untuk itu, Ma’ruf menegaskan bahwa berbagai indikasi penggunaan politik identitas harus dicegah sehingga tidak berlanjut dan menimbulkan perpecahan masyarakat.
“Ini harus dicegah termasuk [melalui] dialog-dialog kebangsaan baik nasional maupun di tingkat daerah provinsi dan kabupaten/kota,” tandasnya. (Far)