IPOL.ID – Presiden Jokowi diminta untuk mengevaluasi keberadaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyusul banyaknya kontroversi yang melibatkan pimpinan atau pegawai lembaga riset ini.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengatakan, Jokowi harus melihat secara objektif terkait efektivitas kinerja kelembagaan BRIN pasca peleburan seluruh lembaga riset dari kementerian dan non kementerian dalam satu wadah.
“Bila penggabungan tersebut hanya melahirkan kasus-kasus kontroversial di tengah masyarakat, sebaiknya Presiden segera membubarkan lembaga tersebut,” katanya dilansir dari parlementaria pada Kamis (27/4).
Pasalnya, lanjut Mulyanto, bukan kali ini saja peneliti BRIN memunculkan kasus kontroversial yang menimbulkan geger di masyarakat, yakni ancaman pembunuhan kepada warga Muhammadiyah oleh oknum peneliti BRIN berinisial APH.
Kehebohan sebelumnya yang pernah membuat publik ramai adalah pernyataan dari peneliti BRIN bahwa akan ada badai dahsyat karena cuaca ekstrim di Jabodetabek.
Padahal kewenangan mengumumkan secara resmi soal itu ada di BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Pernyataan tersebut kemudian dibantah BMKG dan nyatanya terbukti tidak ada.
Selain itu, belum usai pula kehebohan soal privatisasi Kebun Raya Bogor, meledak kasus penutupan balai riset antariksa Watukosek, Pasuruan yang sempat ditanyakan Unesco, pembubaran LBM Eijkman yang reputasinya diakui publik dan tengah fokus mengembangkan vaksin Covid-19, serta kasus pemecatan secara mendadak para tenaga honorer kapal riset Baruna Jaya.
“Sementara peneliti kekurangan ruang kerja, bahkan rebutan kursi, pimpinan BRIN justru malah berencana membangun ruang tidur untuk Ketua Dewan Pengarahnya,” ujarnya.
Karena itu, Mulyanto minta Jokowi mengevaluasi kinerja lembaga ini secara sungguh-sungguh. Alih-alih prestasi pengembangan IPTEK yang nyata bagi kesejahteraan masyarakat atau prestasi IPTEK di tingkat internasional, berita yang muncul dari BRIN dan penelitinya lagi-lagi malah soal yang mencerminkan kemerosotan kinerja lembaga ini, baik dari aspek penataan SDM, organisasi, aset, infrastruktur IPTEK, program dan anggaran.
“Sehingga, menjadi logis kalau akhirnya Komisi VII DPR RI, atas masukan dari para begawan IPTEK dan masyarakat peneliti dalam kesimpulan Raker dengan Kepala BRIN, meminta BPK untuk memeriksa secara investigatif anggaran BRIN serta minta Presiden Jokowi mencopot Kepala BRIN,” paparnya.
Ia menambahkan BRIN telah menjadi lembaga super body, tersentralisasi, dan gemuk.
Akibatnya bukan hanya lamban bergerak, tetapi riskan terhadap penyakit degeneratif.
Selain itu banyak regulasi perundangan yang dilanggar dalam peleburan kelembagaan Iptek ke dalam BRIN yang dipaksakan ini.
“Pemerintah harus segera mempertimbangkan kembali kelembagaan Iptek seperti BATAN, LAPAN, BPPT dan LIPI, yang jelas-jelas terbukti berprestasi secara ilmiah,” tandasnya. (Far)