“Kita langsung di putus kontrak tanpa alasan jelas, karena selama bekerja juga saya tidak pernah mendapatkan SP (surat peringatan). Tahu-tahu kita diberhentikan dan dianggap sudah tidak bisa bekerja. Intinya keputusan itu hanya sepihak saja,” tandas TB.
Upaya pemutusan kerja itu, sambung TB, dilakukan saat dirinya mulai dipindah bekerja ke lokasi-lokasi yang cukup jauh. Dia sendiri sebelum diberhentikan, dipindah tugaskan ke Jakarta Barat, Jakarta Selatan, hingga ke Jakarta Utara, seakan dibuat tak nyaman dan dari situlah diduga celah mereka menggantikan posisinya.
“Saya pernah baru dua hari kerja di Jakarta Selatan langsung disuruh pindah lagi, istilahnya mereka bikin nggak nyaman dulu. Setelah itu langsung mengambil celah dengan menggantikan posisi dirinya sebagai PJLP UPK Badan Air DLH,” tukasnya.
Proses penerimaan PJLP baru yang merupakan bawaan dari bagian sarpras itu pun dinilai sudah sangat terstruktur. Karena dari 6.000 orang PJLP, mereka bisa merubah ratusan nama orang-orang yang dibawanya.