Oleh: Wina Armada Sukardi
Wartawan dan advokat senior, juga anggota Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhamadiyah
IPOL.ID – Subuh hari saya membuka pintu pagar. Kala itu pintu pagar rumah kami belum diubah menjadi setinggi seperti sekarang. Setelah pintu saya tutup kembali, dan saya membalik badan, sudah ada Pak Latif di depan saya. Pak Latief merupakan tetangga satu rumah sebelah kiri depan rumah saya.
Usia Pak Latief jauh di atas saya. Mungkin berbeda sekitar 15 tahunan. Tepatnya saya tidak tahu. Dia termasuk jemaah tetap mesjid dekat rumah kami. Tak hanya jemaah sholat subuh, melainkan juga jemaah waktu sholat-sholat lainnya.
Waktu itu kami sama-sama menuju mesjid untuk sholat subuh. Sambil berjalan kaki, kami sempat ngobrol-ngobrol sejenak, sampai kami di mesjid. Rumah kami ke mesjid memang cuma sebatas “lembaran batu.”
Tapi itu kejadian sekitar sepuluh tahun silam. Kini Pak Latief sudah tidak ada. Sekitar dua tahun silam almarhum wafat. Lantaran waktu itu sedang berjangkit wabah covid-19, saya bahkan tidak dapat melayat dan mengantar ke peristirahatan terakhir.