“Kalau kita punya produksi pangan yang tinggi, kita tidak perlu luas lahan yang besar, yang diperlukan adalah teknologi. Mereka (negara eksportir pangan besar dunia) sangat gencar memanfaatkan inovasi-inovasi teknologi, mulai dari teknologi hulu hingga hilir, sehingga menghasilkan produktivitas pangan yang tinggi,” tuturnya.
Lebih lanjut Marsudi mengatakan, kehadiran BRIN bertujuan mengonsolidasikan sumber daya iptek, yaitu SDM, infrastruktur, dan anggaran, untuk meningkatkan critical mass, kapasitas, dan kompetensi riset Indonesia.
“BRIN hadir untuk mewujudkan ekosistem riset dan inovasi berstandar global, bersifat terbuka (inklusif) dan kolaboratif bagi semua pihak, baik akademisi, industri, komunitas, dan pemerintah,” katanya.
Indonesia menargetkan jadi negara maju pada 2045, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sebesar USD23 ribu. Sementara pada 2022, PDB per kapita mencapai USD5 ribu.
“Untuk keluar dari negara dengan pendapatan kelas menegah (Middle income trap/MIT), kita harus menerapkan inovasi untuk bangsa. Pondasi ekonomi berbasis riset diperlukan, harus berkesinambungan, dan berfokus pada digital, green and blue economy,” pungkasnya. (timur)