IPOL.ID – Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta meraih ranking pertama dalam menghentikan penuntutan perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif justice.
Hal tersebut terungkap dalam kegiatan “Bimbingan Teknis Pendekatan Keadilan Restoratif dalam Penanganan Perkara dan Penerapan Kewenangan Jaksa Bertindak Menurut Penilaiannya” yang dilaksanakan di Bandung, 10-12 Mei 2023.
Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Setiawan Budi Cahyono mengungkapkan bahwa prestasi ini didapatkan berdasarkan rekapitulasi perkara tindak pidana yang dihentikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tahun 2023 pada 33 Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia.
Sedangkan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara meraih ranking kedua dan posisi ketiga ditempati oleh Kejaksaan Tinggi Aceh.
“Keberhasilan ini tidak terlepas dari kerja keras seluruh jajaran Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang telah berhasil menghentikan penuntutan sebanyak 40 dari 41 perkara yang diusulkan RJ,” kata Budi.
Dia menjabarkan, perkara pidana yang berhasil dilakukan RJ di lingkungan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terdiri dari 3 perkara yang diusulkan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Utara yang dilakukan RJ sebanyak 2 dan 1 tidak disetujui, 4 perkara dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, 21 perkara dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, 5 perkara dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, dan 8 perkara dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Dia menambahkan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil dari upaya penegakan hukum yang mengedepankan keadilan restoratif sebagai cara untuk memperbaiki hubungan antara korban dan pelaku.
“Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta akan terus meningkatkan kualitas pelayanan hukum dan melakukan inovasi dalam penanganan perkara, termasuk dengan mengembangkan mekanisme keadilan restoratif,” katanya.
Selain itu, Kejati DKI Jakarta juga meraih ranking pertama berdasarkan hasil penilaian prestasi kerja bidang tindak pidana umum terhadap Kinerja Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia untuk periode bulan maret 2023.
Tolak ukur penilaian prestasi kerja didasarkan pada rutinitas laporan, kualitas laporan, baik laporan isidentil maupun rutin, entry data perkara pidum menggunakan aplikasi CMS, kecepatan entry data EIS dan rekapitulasi penyelesaian perkara.
Penyelesaian perkara tersebut berdasarkan keadilan restorif yang merupakan salah satu kriteria penilaian kinerja Kejaksaan Tinggi
“Hal itu merupakan kinerja pelaksanaan petunjuk pimpinan dalam rangka optimalisasi terwujudnya program penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana umum,” tutupnya.(Yudha Krastawan)