IPOL.ID – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD menolak penyelesaian perkara di luar persidangan (restorative justice) bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Kejahatan TPPO itu adalah kejahatan serius yang tidak bisa didamaikan, pelakunya harus dihukum,” tegas Mahfud usai menghadiri dan memimpin Pertemuan ASEAN Political and Security Council (APSC), di Labuan Bajo, Selasa (9/5).
Untuk itu disampaikannya salah satu satu yang akan dibahas dan mendapat perhatian khusus di KTT ASEAN adalah soal TPPO. “Ini sudah menjadi penyakit yang sangat mengancam bagi kehidupan masyarakat. Ini nanti akan diputuskan oleh negara negara ASEAN bentuk kerja samanya bagaimana,” ujar Mahfud.
Menurutnya, Indonesia sudah menyatakan perang terhadap TPPO, dan menyatakan tidak berlaku restorative justice, tidak ada perdamaian antara korban dengan pelaku.
“Dan kebetulan saya ini bicara dari NTT. NTT ini daerah yang paling banyak Tindak Pidana Perdagangan Orang-nya. Menurut catatan, setiap tahun tidak kurang dari warga NTT yang pulang dari luar negeri sudah menjadi mayat, karena diperjualbelikan sebagai budak oleh mafia perdagangan orang ini,” jelasnya.
Pemerintah sudah membuat kebijakan dan menyediakan segala perangkat yang diperlukan untuk menindak tegas tindak pidana perdagangan orang. Sekali lagi ia menekankan, tidak ada perdamaian antara pelaku tindak pidana dengan korban dan dengan aparat.
Prioritas capaian dari Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini pada komponen ASEAN Matters diantaranya adalah kesepakatan dan implementasi Kerjasama penanganan Tindak Pidana Penyelundupan Orang (TPPO) akibat penyalahgunaan teknologi.
Saat ini korban TPPO tidak hanya WNI tetapi juga terdapat warga negara dari negara-negara anggota ASEAN lainnya. Para korban TPPO ini dibawah ke negara ASEAN lainnya sehingga diperlukan kerja sama aparat hukum antar negara ASEAN.(Yudha Krastawan)
Mahfud Tolak Restorative Justice untuk Pelaku TPPO
