Dia mengungkapkan, dari data yang dihimpun BNPB pada lima bulan di awal Tahun 2023 ini, sudah terjadi 1.675 kejadian bencana.
“Berdasar data yang kami himpun dari 1 Januari hingga 31 Mei 2023 terdapat setidaknya 1.675 kejadian yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi sebesar 99,1%, dengan rincian 92,5% adalah bencana hidrometeorologi basah dan 6,6% merupakan bencana hidrometeorologi kering, sisanya merupakan bencana geologi dan vulkanologi,” kata Suharyanto.
“Untuk bencana hidrometeorologi basah, akar permasalahan utama adalah urbanisasi memberikan tekanan pada lingkungan di hilir, dan alih fungsi lahan baik secara sistematis maupun ilegal yang mengurangi kapasitas daya serap, baik karbon maupun air, mulai dari hulu hingga hilir,” tambahnya.
Urbanisasi dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dalam bentuk pembuangan asap kendaraan, pabrik maupun lainnya, sehingga menjadikan kualitas udara tidak sehat.
Sedangkan alih fungsi lahan biasanya menyebabkan pengurangan vegetasi yang menyebabkan berkurangnya kemampuan alam dalam menyerap karbon dan meningkatkan kerentanan banjir dan longsor karena air tidak terserap secara optimal.