“Kalau dilihat ini kepentingannya untuk kemaslahatan masyarakat, kita support untuk dilakukan sebagaimana mestinya. Ternyata banyak yang sudah tidak relevan seperti tata ruang punya aturan, tetapi hukum kepemilikan tanah ada klausanya yang tidak nyambung. Jadi banyak peraturan yang tumpul, dan tidak bisa diterapkan,” terangnya.
Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (DCKTRP) Heru Hermawanto menyebutkan, alasan diperlukannya revisi terhadap Perda Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 lantaran saat ini peraturan mengenai tanah dan tata ruang milik Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat belum linier.
Dengan payung hukum yang baru diharap mampu mengatasi persoalan tersebut. “Hukum tanah sama hukum tata ruangnya yang enggak ketemu, walaupun sebenarnya diatasnya itu ada undang-undang ATR/BPN, tapi ternyata sektornya itu enggak pernah ketemu sampai sekarang dan hukum ini yang berbeda. Nah ini kasus tata ruang selalu seperti itu,” katanya.
Di lokasi yang sama, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Atika Nur Rahmania menjelaskan mekanisme penyusunan Raperda RTRW berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.