IPOL.ID – Hasil riset Center for Indonesian Studies (CIPS) menyebut bahwa sebanyak 21 juta masyarakat atau setara 7 persen dari total populasi penduduk Indonesia, kekurangan gizi dengan asupan kalori per kapita harian di bawah standar Kementerian Kesehatan yakni 2.100 kkal.
Kekurangan gizi tersebut dipicu restriksi alias pembatasan produksi yang diterapkan pada perdagangan pangan, menyebabkan kerawanan pada status gizi dan asupan kalori.
Menurut Head of Agriculture Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Aditya Alta, ketersediaan dan aksen pangan saat ini belum memadai untuk masyarakat berpenghasilan rendah, yang menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk pangan.
“Tren konsumsi pangan yang semakin meningkat perlu diimbangi dengan ketersediaan, yang juga dihadapkan pada berbagai tantangan. Potensi kesenjangan ini dalam jangka panjang akan mempengaruhi status gizi dan asupan kalori karena masyarakat sulit mengonsumsi pangan bergizi dan seimbang,” kata Aditya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (9/7).
Indeks Ketahanan Pangan Global 2022 menempatkan Indonesia pada peringkat 84 dari 113 negara untuk ketersediaan pangan dan 44 untuk keterjangkauan, lebih rendah dari negara tetangga seperti Thailand (77 dan 39), Vietnam (49 dan 38), dan Malaysia (56 dan 30) dari 113 negara.
“Potensi kesenjangan ini dalam jangka panjang akan mempengaruhi status gizi dan asupan kalori karena masyarakat sulit mengonsumsi pangan bergizi dan seimbang,” jelasnya.
Pada 2022, sekitar 21,6 persen anak Indonesia berusia di bawah lima tahun mengalami stunting (rasio tinggi berbanding usia rendah), dan 7,7 persen menderita wasting (rasio berat badan berbanding tinggi badan rendah).
Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) terbaru berjudul Future Food Demand in Poor Indonesian District atau Proyeksi Kebutuhan Pangan di Daerah Miskin Indonesia memproyeksikan, permintaan pangan hingga tahun 2045 di 20 kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia.
Permintaan pangan di wilayah termiskin itu diperkirakan masih berada di bawah standar asupan kalori harian untuk sumber karbohidrat seperti beras, jagung, dan tepung gandum.
Hal itu disebabkan oleh jumlah permintaan beras, jagung, dan tepung terigu di 20 kabupaten tersebut yang diproyeksikan meningkat setiap tahunnya sebesar 1,20 persen untuk beras, jagung 1,27 persen, dan tepung terigu 6,24 persen.
Hal itu diperkuat dengan data BPS 2022 juga menunjukkan konsumsi beras nasional pada tahun 2021 mencapai sekitar 21,9 juta ton, meningkat 4,68 persen dibandingkan tahun 2020.
Adapun data serupa juga menunjukkan peningkatan konsumsi kedelai nasional di 2021 sebesar 0,79 persen dibandingkan 2020.
Rata-rata, dari 2018 hingga 2021, jumlah permintaan beras meningkat sekitar 297.700 ton setiap tahun Sedangkan jumlah permintaan jagung, tepung terigu, dan kedelai meningkat setiap tahun masing-masing sebesar 16.280 ton, 26.079 ton, dan 144,02 ton. (far)