IPOL.ID – Belum adanya kata sepakat terkait harga kebutuhan listrik, antara PLN dan PT Inalum menjadi salah satu faktor terganggunya produksi aluminium. Padahal kebutuhan dalam negeri akan aluminium sebesar 2,5 juta ton pertahun.
Demikian dikatakan anggota Komisi VII DPR RI Nasril Bahar dalam kunjungan kerja reses komisi VII DPR RI ke Sumut, pada akhir pekan lalu.
“Sejak beroperasi tahun 1982, Inalum hitungan prduksinya tidak lebih dari 250 ribu ton per tahun. Masih jauh dari demand dalam negeri. Akibatnya kita harus impor. Padahal kita kaya dengan bauksit. Hal ini karena inalum tidak memilik energi listrik yang cukup untuk proses produksinya,” ujar Nasril.
Ia menilai, belum adanya kata sepakat di antara dua BUMN ini menjadi bukti kurangnya sinergitas antara PT Inalum dan PLN.
Dijelaskannya, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang “dimiliki” Inalum seperti PLTA Sigura-gura, PLTA Tangga, dan PLTA Asahan I, tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik Inalum untuk mencapai target produksinya. Sehingga Inalum butuh tambahan energi listrik yang tentu saja bisa diperoleh dari PLN.
Sayangnya, hingga kini masih ada selisih harga yang sudah lama jadi masalah yang tak kunjung mendapat kesepakatan antara kedua BUMN tersebut. “Miris kami melihat, sangat kurang sinergitas antara BUMN kita,” kata Politisi Fraksi PAN ini dikutip dpr.go.id.
Oleh karena itu, Nasril menilai Pemerintah harus turun tangan melakukan konsolidasi ke dua belah pihak. Mengingat kedua perusahaan tersebut adalah sama-sama BUMN. Bahkan, Komisi VII DPR RI juga mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memanggil kedua membelah pihak, agar segera diselesaikan persoalan harga. Sehingga ditemukan titik tengah yang baik.
Sementara itu Dirut PT Inalum, Danny Praditya mengakui selama ini masalah harga yang belum ada sepakat memang menjadi kendala. Namun saat ini pihaknya bersama PLN sudah melakukan pertemuan, mencari solusi beberapa opsi lain.
Di antaranya dengan kemungkinan melakukan kerja sama operasional ataupun joint venture, di mana aset kedua perusahaan akan dijadikan satu dan PLN akan bisa mendapatkan upside ataupun bagian dari kepemilikan hasil produksi Inalum.
“Kami menyadari bahwa teman-teman PLN punya keekonomian pembangkitannya dan tentu kebijakannya akan mempengaruhi sektor lainnya oleh karena itu kami mencoba mencari beberapa opsi lain, termasuk Joint Venture atau kerja sama operasional. Insyallah dalam waktu dekat akan ketemu solusi bersama,” jelas Danny. (tim)