IPOL.ID – Bagaimana rasanya berada di dalam sel penjara saat cuaca panas ekstrim menyerang? Amite Dominick, aktivis komunitas lapas di Texas, memberikan gambaran, “Singkatnya begini: bayangkan Anda duduk di mobil Anda saat suhu di luar mencapai di atas derajat Farenheit (di atas 37°C). Lalu nyalakan pengering rambut di dalam, buka jendela mobil Anda sedikit saja.”
Gelombang panas tengah menghantam sebagian besar wilayah selatan Amerika Serikat. Di negara bagian Texas, saat suhu menembus 40°C, kondisi di dalam sel lembaga-lembaga pemasyarakatan bahkan terasa jauh lebih panas. Kipas angin yang ada hanya menghasilkan angin hangat, tanpa memberikan efek sejuk di lapas yang berdinding beton dan bata, serta berjeruji logam itu.
Menurut pernyataan mantan narapidana, narapidana dan keluarga mereka kepada kantor berita AFP, sejumlah tahanan menyumbat toilet di dalam sel untuk membuat air meluap dan membasahi lantai, sehingga mereka bisa tidur di lantai yang basah. Beberapa tahanan lainnya membasahi baju mereka untuk menyejukkan diri.
Joseph Martire, seorang tahanan di lapas Estelle, Texas, telah jatuh sakit empat kali dalam beberapa minggu terakhir. “Saya pingsan begitu saja. Petugas kesehatan menolak untuk memeriksa saya, dan saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan,” katanya saat berbicara kepada keluarganya melalui telepon. Keluarganya lalu menghubungi bagian administrasi lapas untuk meminta pertolongan.
Ketika narapidana melihat ada yang tidak sadarkan diri di sel lainnya, mereka berteriak kepada sipir. Namun, lapas kekurangan jumlah sipir, sehingga mereka kurang bertindak cepat. Narapidana yang pingsan akibat serangan panas ekstrim kemudian dibawa ke kantor sipir yang berpendingin ruangan untuk dapat “beristirahat”.
“Tembok Pemanggang”
Situs berita The Texas Tribune melaporkan setidaknya sembilan tahanan meninggal di penjara Texas sampai bulan Juni lalu akibat serangan jantung atau penyebab lain yang kemungkinan terkait dengan cuaca panas ekstrim.
Di sisi lain, juru bicara Departemen Peradilan Pidana Texas (TDCJ) sekaligus penanggung jawab lapas, Amanda Hernandez, mengatakan kematian akibat suhu panas justru terjadi terakhir kalinya pada 2012.
Bulan Juni lalu, TDCJ memang menangani kasus tujuh tahanan yang sakit berat akibat suhu panas ekstrim, namun tidak sampai tewas. Departemen itu mengawasi 126.000 narapidana, dan 32 orang di antaranya meninggal karena berbagai penyebab.
Aktivis komunitas lapas di Texas, Amite Dominick, mempermasalahkan hal itu.
“Petugas autopsi biasanya akan melaporkan penyebab kematian tahanan sebagai ‘serangan jantung’, karena sengatan panas ini berhubungan dengan serangan jantung,” ujarnya dilaporkan VOA Indonesia, Selasa (25/7)..
“Kami melihat laporan-laporan serupa. Kami melihat bukti medis atas apa yang terjadi pada jasad tahanan. Selama cuaca panas ini, kematian akibat panas ekstrimlah penyebabnya,” tambahnya.
Anggota DPR negara bagian Texas, Jon Rosenthal, memberikan komentar setelah masuk ke dalam replika sel lapas buatan para aktivis saat berunjuk rasa, “Tujuh menit. [Saya berada di dalam] hanya selama tujuh menit. Saya mengalami klaustrofobia, agak takut, dan keringat mengalir di punggung saya. Tapi saya tahu saya bisa keluar dari sel itu, lalu minum air dingin dan kembali ke gedung berpendingin ruangan. Tidak demikian dengan para tahanan, yang menjalani hari-harinya seperti itu.”
Sean Adams mendekam di lapas Clemens Unit, Brazosia. Para tahanan menyebut lapas tersebut “sepanas neraka”. Sean mengatakan, “Lapas itu dibangun dengan bata merah, dan bata merah adalah bahan pembuat alat pemanggang [konvensional].” Namun, pihak lapas di sana menyatakan para tahanan bisa memperoleh air dan es. Mereka juga bisa pergi ke tempat istirahat berpendingin ruangan bila perlu.
Tidak Manusiawi
Belum ada tanda-tanda suhu panas di Texas menurun. Menurut LSM Climate Central, hingga tahun 2050, negara bagian itu diperkirakan akan mengalami 115 hari yang panas menyengat, dengan temperatur mencapai atau melebihi 39,4 °C.
“Mereka diperlakukan secara tidak manusiawi,” ujar Samantha, yang anak perempuannya ditahan di lapas Lane Murray. Ia mengatakan tiga tahanan telah tewas Juni lalu akibat penyakit yang berhubungan dengan gelombang panas.
Michelle Lively, pasangan dari narapidana Shawn McMahon di penjara Wynne mengeluhkan hal serupa, “Andai kami meninggalkan anak, atau seseorang, atau binatang peliharaan di dalam kendaraan, kami akan dijebloskan ke penjara. Tapi pemerintah Texas justru ingin memanggang warganya sendiri.”
Ia menambahkan, “Beberapa di antara mereka menderita—ada yang menjalani hukuman ringan atas kasus konyol narkoba, tapi mereka malah mendapat hukuman mati karena tidak sanggup menahan panas di dalam lapas.”
Para petugas lapas juga mengeluhkan kepada media atas kondisi tempat mereka bekerja, termasuk soal suhu panas.
Amite Dominick mengungkapkan kurang digalakannya peraturan dalam menangani kasus gelombang panas, di mana RUU soal penyediaan alat pendingin ruangan di lapas ditolak oleh Senat Texas yang mayoritasnya berasal dari kubu konservatif.
Alih-alih membeli penyejuk ruangan, Texas baru-baru ini menggelontorkan dana $750.000 (sekitar Rp112 milyar) untuk membeli sejumlah alat pendingin udara yang diperuntukkan bagi peternakan babi besar yang sebagiannya dikelola oleh para tahanan, ujar Amite. “Tapi mereka malah tidak menyediakannya untuk manusia,” pungkasnya. [ (VOA Indonesia/far)