Remaja yang tidak merokok memiliki kemungkinan untuk merokok setelah melihat iklan rokok di media online, sedangkan remaja yang merokok akan tetap merokok setelah melihat iklan tersebut.
Merujuk hasil survei London School of Public Relation (LSPR) Jakarta pada November 2018, tiga dari empat remaja mengetahui iklan rokok di media online. Sebanyak 47 persen remaja mengatakan bahwa iklan rokok sangat kreatif. Selanjutnya 44,5 persen remaja mengetahui pesan yang ada pada iklan rokok.
“Remaja mengetahui sebenarnya pesan iklan rokok, dan ada 11 persen remaja tertarik pada iklan rokok dan 12,1 persen cenderung menikmati tayangan iklan rokok tersebut,” jelas Eva.
Research and Communicative Officer Yayasan Lentera Anak, Umniyati Kowi mengatakan regulasi yang dimiliki Indonesia seperti Undang-Undang Penyiaran, Undang-Undang PERS dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 baru sebatas mengatur, dan tidak melarang iklan, promosi dan kegiatan sponsor rokok.
Ditambah lagi, kata Umniyati, Omnibus Law Undang-Undang Kesehatan yang disahkan pada 11 Juli lalu tidak mencantumkan pasal-pasal yang mengatur tentang pelarangan iklan, promosi dan sponsorship rokok. Akibat lemahnya regulasi, masalah rokok di Indonesia, yang sudah rumit, makin pelik dan kompleks.