“Saya sudah mengalami beberapa kerusuhan, mulai dari Malari, kerusuhan tahun ‘78, dan yang ‘98 ini yang terburuk bagi saya karena kebetulan saya sudah punya anak waktu itu. Sekar umurnya 4 tahun. Jadi saya memutuskan untuk pergi ke luar negeri waktu itu. Kalau bisa anak saya jangan sekolah di Indonesia lagi,” kata Marfi.
Kerusuhan tersebut melengserkan penguasa saat itu, Suharto. Tempat kerjanya, salah satu perusahaan milik putra Suharto, otomatis ditutup. Tahun berikutnya, dengan dorongan temannya di Amerika, ia memutuskan datang ke negara ini dan berniat mencari kerja apa saja. Setelah ia meyakinkan diri bahwa situasi di Amerika memungkinkan keluarganya tinggal di sana, sebulan kemudian istri dan putri semata wayangnya tiba di tanah impian.
Demi anak
Lantas apa impian Amerika Marfi? Ia menjelaskan, “Sederhana sekali. Saya mau anak saya mendapatkan kehidupan yang lebih baik daripada saya. Saya membawa dia ke AS untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan mendapatkan kesempatan hidup yang lebih baik.”