Angkie yang diberikan kesempatan untuk menulis bukunya tersebut membuatnya untuk memberikan dampak luas kepada para disabilitas di Indonesia.
Menurutnya, masih banyak disabilitas yang tidak memiliki NIK. Itu diperjuangkan. Karena dibalik keterbatasan ada kelebihan. Mereka maupun dirinya ingin diberikan kesempatan yang sama.
“Jadi buku itu dibuat selama 1 tahun enam bulan. Pengalaman seperti olah rasa, melihat, memandang, apa yang kita lihat dan dialami ditulis. Tipsnya adalah menulis setiap hari apa yang dirasakan,” ungkapnya.
Ketika stigma itu terjadi, tidak mudah merubah bagi penyandang disabilitas. Tetapi bagaimana implementasi masyarakat, toleransi, dan tenggang rasanya, menjadikan disabilitas sebagai teman. Mendapat pekerjaan sama dan lainnya.
Kemudian etika dalam berinteraksi dengan disabilitas, jangan memandang hanya satu titiknya, jangan mendorong, dan sebaliknya rangkul disabilitas.
Di keluarganya pun Angkie menerapkan inklusi tersebut, tentang bagaimana mengedukasi anak-anak dengan keterbatasan seorang ibu yang tidak bisa mendengar.