IPOL.ID – Survei baru yang dilakukan Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research menunjukkan bahwa mayoritas orang dewasa di Amerika Serikat, termasuk yang tinggal di negara-negara bagian yang memiliki pembatasan ketat untuk melakukan aborsi, menghendaki agar aborsi dapat dilakukan secara sah – setidaknya pada tahap awal kehamilan.
Jajak pendapat ini dilakukan pada akhir Juni lalu, atau satu tahun setelah Mahkamah Agung Amerika Serikat membatalkan putusan Roe v. Wade.
Roe v. Wade adalah keputusan penting Mahkamah Agung Amerika pada tahun 1973 yang menyatakan bahwa konstitusi Amerika Serikat melindungi kebebasan seorang perempuan hamil untuk melakukan aborsi tanpa pembatasan berlebihan dari pemerintah.
Keputusan tersebut dibatalkan pada Juni 2022, dan membuat lebih dari separuh negara bagian, terutama yang dipimpin oleh gubernur yang berasal dari Partai Republik, melarang atau memberlakukan pembatasan sangat ketat untuk melakukan aborsi. Sementara beberapa bakal calon presiden partai itu kini mencari pendekatan yang tepat untuk membahas isu aborsi menjelang pilpres 2024.
Meskipun dalam setahun terakhir ini banyak perubahan pada aturan hukum tentang aborsi, jajak pendapat AP-NORC mendapati bahwa pendapat mayoritas warga Amerika Serikat tetap sama seperti sebelum pembatalan putusan Roe v. Wade.
Mereka berpendapat bahwa aborsi merupakan isu yang rumit dan sebagian besar warga percaya dalam beberapa situasi – dan bukan dalam semua situasi – aborsi seharusnya diperkenankan.
Secara keseluruhan dua per tiga warga AS mengatakan aborsi pada umumnya seharusnya legal. Hanya sekitar satu dari sepuluh warga AS yang mengatakan aborsi harus menjadi legal. Namun mayoritas warga menilai negara bagian di mana mereka berada seharusnya tidak mengizinkan aborsi pada usia kehamilan yang telah memasuki 24 minggu.
Hal ini berlaku bagi Jaleesha Thomas, warga Chicago yang berusia 34 tahun.
“Saya lebih memilih orang menggugurkan bayi dalam kandungannya dibanding menyakitinya, atau membuang bayi itu kelak, atau apapun,” ujarnya dalam wawancara dilaporkan VOA Indonesia.
Tetapi ia mengatakan, pada kehamilan yang telah berusia 20 minggu, aborsi seharusnya tidak lagi menjadi pilihan.
“Ketika bayi sudah sepenuhnya tumbuh dan ibu tidak memiliki penyakit apapun, atau apapun yang dapat membuat bayi atau sang ibu meninggal, maka aborsi sama dengan membunuh manusia lain,” tambahnya.
Negara bagian di mana Thomas tinggal memperbolehkan aborsi hingga janin berusia sekitar 24 minggu, dan telah menjadi tempat tujuan orang-orang dari negara-negara bagian sekitarnya untuk melakukan aborsi. Banyak perempuan dari Kentucky, Missouri, Wisconsin dan negara-negara bagian lain yang melarang aborsi, datang ke Chicago, Illinois.
Survei: 1 dari 10 Warga AS Mengenal Perempuan yang Tidak Bisa Lakukan Aborsi Pasca Pencabutan Roe v. Wade
Jajak pendapat AP-NORC mendapati 1 dari 10 warga Amerika Serikat mengatakan mereka mengenal seseorang yang tidak dapat melakukan aborsi atau yang terpaksa harus melakukan perjalanan untuk melakukan aborsi sejak Mahkamah Agung membatalkan putusan Roe v. Wade tahun lalu.
Situasi tersebut terutama terjadi di kalangan anak muda, orang kulit berwarna dan mereka yang tinggal di negara-negara bagian di mana aborsi pada semua tahap kehamilan dilarang.
Hampir separuh negara bagian kini mengizinkan aborsi hingga usia kehamilan antara 20-27 minggu, tetapi dalam banyak kasus melarang aborsi di atas usia kehamilan 27 minggu. Sebelum Roe v. Wade dibatalkan, hampir setiap negara bagian memberlakuan aturan dalam kisaran itu.
Kini aborsi dilarang – dengan berbagai pengecualian – pada semua tahap kehamilan di 14 negara bagian, termasuk di sebagian besar wilayah selatan Amerika Serikat.
Jajak pendapat itu menunjukkan bahwa 73 persen dari semua orang dewasa di AS – termasuk 58 persen yang berada di negara bagian yang memberlakukan larangan aborsi paling ketat – percaya bahwa aborsi sedianya diperbolehkan pada usia kehamilan enam minggu.
Saat ini hanya Georgia, satu-satunya negara bagian yang memberlakukan larangan aborsi pada usia kehamilan itu. Di Georgia, aborsi dilarang begitu detak jantung janin dapat dideteksi, yaitu saat usia kehamilan sekitar enam minggu, di mana seringkali perempuan bersangkutan tidak mengetahui bahwa mereka telah hamil.
Negara bagian Ohio dan South Carolina memiliki larangan serupa, tetapi tidak diberlakukan karena adanya langkah dari pengadilan. Sementara Florida, yang juga memiliki larangan itu, belum memberlakukannya.
Di Iowa, para anggota parlemen pada Selasa (11/7) malam meloloskan RUU yang akan menambahkan negara bagian itu ke kelompok yang sama begitu RUU itu ditandatangani oleh Gubernur Kim Reynolds pada akhir pekan ini.
Mayoritas Warga AS Tak Setuju Aborsi Saat Usia Kehamilan Masuki 24 Minggu
Sekitar separuh warga Amerika Serikat mengatakan aborsi seharusnya diizinkan pada usia kehamilan 15 minggu, meskipun 55 persen warga yang tinggal di negara yang memberlakukan larangan aborsi sangat ketat mengatakan aborsi pada saat itu harus dilarang.
Dua per tiga warga AS, termasuk yang tinggal di negara bagian yang paling sedikit memberlakukan aturan aborsi, menilai aborsi pada usia kehamilan 24 minggu harus dilarang.
Meskipun sebagian besar pemerintah negara bagian yang dikontrol Partai Republik mendorong lebih banyak pembatasan aborsi, jajak pendapat AP-NORC mendapati bahwa tidak selamanya ada dukungan untuk memberlakukan aturan itu.
Secara nasional, sekitar 4 dari 10 warga AS mengatakan terlalu sulit mengakses layanan aborsi di komunitas mereka; dibandingkan sekitar seperempat warga di seluruh Amerika Serikat yang menilai akses layanan aborsi terlalu mudah. (VOA Indonesia/far)