Kontroversi yang dimunculkan, lanjut Indra, membentuk stigma negatif bahwa kantor pertanahan menjadi sumber masalah. Ini terjadi karena setiap individu memiliki latar belakang, pandangan, dan pengetahuan yang berbeda-beda terkait persoalan tanah dan bagaimana cara menanganinya. Sehingga setiap orang yang bermasalah dengan tanah, ingin persoalannya diselesaikan saat ini juga.
“Lalu, kalau dikatakan banyak masalah maka perspektif kita tentu bicara pada angka. Berapa banyak? seribu, dua ribu atau berapa? Mari kita samakan dulu persepsinya,” jelas Indra.
Masalah pertanahan kata Indra, ada tiga hal pokok yang dapat didefinisikan. Pertama konflik, kedua sengketa, dan ketiga perkara. Maka, dari tiga hal tersebut dapat diuraikan secara statistik melalui angka-angka bukan persepsi apalagi stigma.
“Definisinya jelas. Konflik adalah melibatkan banyak orang yang saling berkepentingan. Sementara sengketa kerap berdekatan dengan masalah waris, maupun sengketa batas, lalu perkara perihal yang sudah masuk ke dalam ranah peradilan. Ini nggak perlu Anda bantah,” tegasnya.