IPOL.ID – Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kemenkumham Dhahana Putra buka suara soal dugaan pelecehan seksual yang terjadi di ajang kecantikan Miss Universe Indonesia 2023.
Dia menyebut, kasus ini menjadi catatan buruk dan ironis sebab kompetisi tersebut diharapkan bisa jadi ajang aktualisasi diri perempuan, justru diciderai pelecehan terhadap perempuan.
“Jika terbukti benar, kami melihat ini sebagai catatan buruk dalam kontes Miss Universe karena pelecehan seksual jelas tidak sejalan dengan tujuan diselenggarakannya ajang Miss Universe,” ujar Dhahana dalam keterangannya, Minggu (23/8).
Pelecehan seksual, tegas dia, tidak dapat ditoleransi dengan dalih apa pun di Indonesia.
Dia menyatakan, Indonesia telah meratifikasi Konvensi International Convention on Elimination of All Forms of Discrimation Againts Women (CEDAW), serta mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Yang menjadi bukti keseriusan negara untuk memberikan perlindungan dan penghormatan HAM terutama terkait isu kekerasan seksual,” ungkapnya.
Ia pun mengingatkan pelaku pelecehan seksual akan mendapatkan ancaman yang serius sebagaimana diatur misalnya di dalam Pasal 12 atau Pasal 13 UU TPKS.
“Harapannya, dengan ancaman yang berat semacam itu maka dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual,” ucapnya.
Dhahana menambahkan pihaknya bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) dan kementerian/lembaga terkait lainnya tengah menggodok satu dari tujuh peraturan pelaksana UU TPKS, yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Perlu kami tegaskan kembali bahwa pelecehan seksual yang menimpa sejumlah saudari kita para finalis Miss Universe Indonesia ini terang-terangan bertentangan dengan upaya pemerintah mendorong penghormatan dan perlindungan HAM bagi perempuan,” jelasnya.
Untuk itu, pihaknya mengapresiasi langkah cepat aparat kepolisian dalam merespons laporan yang disampaikan para terduga korban pelecehan seksual kontes kecantikan tersebut.
“Respons cepat kepolisian menangani laporan ini menunjukkan bahwa pemahaman aparat penegak hukum terhadap isu pelecehan seksual telah semakin baik,” katanya.
Selain itu, Dhahana mengajak para pihak penyelenggara Miss Universe Indonesia untuk mengevaluasi aktivitas bisnisnya sehingga dapat melakukan upaya-upaya pencegahan agar kejadian serupa tidak kembali terulang di kemudian hari.
Sebab, ujarnya, apabila pelecehan seksual dibiarkan maka dikhawatirkan akan berdampak negatif, khususnya terhadap industri ekonomi kreatif dan pariwisata di Tanah Air.
“Jangan sampai dugaan pelecehan seksual di ajang Miss Universe Indonesia ini memberi kesan bahwa industri ekonomi kreatif dan pariwisata kita tidak ramah HAM khususnya perempuan,” terangnya.
Menurutnya, Kemenkumham bersama kementerian/lembaga yang tergabung di dalam Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM) terus melakukan pula pengarusutamaan bisnis dan HAM di Tanah Air, salah satunya melalui aplikasi Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA).
“Melalui aplikasi PRISMA, kami ingin mendekatkan nilai-nilai HAM dengan dunia bisnis agar dapat sejalan dengan United Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) sehingga para pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya menghormati HAM yang tentunya juga memberikan citra positif bagi pelaku usaha itu sendiri,” katanya. (far)