IPOL.ID – Masih ingat Rasminah? Perempuan sederhana dari desa terpencil di Indramayu, Jawa Barat ini bersama dua perempuan korban kawin anak lainnya, dan dibantu Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), berhasil membuat Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan revisi Undang-Undang (UU) Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 soal usia kawin perempuan.
Permohonan judicial review atau hak uji materiil itu baru dikabulkan setelah diajukan untuk kedua kalinya. Setelah perdebatan alot, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya sepakat untuk mengubah pasal soal batas minimal usia kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun.
Selepas revisi UU Perkawinan itu, semua elemen bergerak cepat melakukan beragam upaya untuk mencegah terus terjadinya perkawinan anak di bawah umur, lewat penyusunan kebijakan “Perlindungan Khusus Anak Terpadu Berbasis Masyarakat” (PATBM). Termasuk di dalam kebijakan tersebut adalah strategi penurunan kekerasan terhadap anak dan pekerja anak, penguatan kelembagaan, penyediaan layanan hingga ke tingkat akar rumput, dan tentunya kampanye.