“Tetapi Megawati dan PDIP sebagai partai terbesar menolak takut Jokowi mengalami nasib seperti Bung Karno. Dalam hal ini Megawati telah menyelamatkan demokrasi dari provokasi politik untuk amandemen undang-undang dasar, yang sudah digiring menuju 3 periode,” tambah didik.
Dia menyebut politik sekarang bergerak dengan kemauan dan kepentingan elit pemimpinnya. “Para pendukung Capres ke depan sebaiknya tidak usah militan radikal dengan membangun peradaban politik jahiliyah dan demokrasi bajingan, yang dilakukan dengan cara-cara menghasut, menjadi buzzer pemecah belah warga bangsa, dan sejenisnya. Itu telah terjadi dalam pilpres yang lalu dimana sesama warga dibelah dan membelah menjadi kutub Cebong dan Kampret.”
“Mengapa? Sekarang cebong dan kampret bingung sebab pimpinannya berganti peran. Yang kampretnya menjadi cebong dan yang cebong menjadi kampret. Sebagai contoh PSI sedang bingung dan pusing tujuh keliling apakah ikut ganjar atau prabowo?” ungkap Didik.
“Setelah Jokowi membentuk koalisi baru berhadapan dengan megawati, maka tidak ada lagi cebong dan kampret. Permusuhan di masa lalu tidak perlu lagi karena pemimpinnya memang tidak dalam posisi head to head tapi saling merangkul untuk kepentingan dirinya masing-masing,” pungkas Didik. (tim)