IPOL.ID – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta dai dan pengurus masjid menjaga ukhuwah di tahun politik. Sebab masjid di samping tempat ibadah juga sebagai tempat dakwah.
Ketua Komisi Dakwah KH Ahmad Zubaidi mengingatkan DKM harus bisa memilih dai-dai yang berwawasan wasathiyah, sehingga para dai tersebut dapat menyatukan umat.
Dia juga mengingatkan kalau tidak karena nikmat Allah kemungkinan bangsa Indonesia sudah terpecah belah karena friksi Pilpres 2019..
“Tetapi Alhamdulillah karena nikmat Allah SWT bangsa Indonesia yang kala itu terpolarisasi dua kutub yang sangat berseberangan, dapat bersatu kembali, dan mudah-mudahan bangsa Indonesia terus menjadi dewasa sehingga gelaran politik tidak akan memecah belah bangsa,” Kata Zubaidi dalam keterangannya dikutip Selasa (29/8).
“Di sinilah tugas para dai dan dkm untuk menjadikan masjid sebagai payung besar umat Islam yang dapat menaungi semua golongan,” tambahnya.
Sementara itu, Pengurus Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme MUI Pusat Irjen Pol (Pur) Hamli, mengingatkan para dai dan DKM agar tetap mewaspadai gerakan ekstremisme dan terorisme atas nama agama di tahun politik ini.
Mereka kelihatan tidak ada, tetapi sebenarnya jaringannya masih ada, dan dapat meletup kapan saja.
“Ektremisme atas nama agama sudah memasuki berbagai kalangan, bahkan ada juga di lingkungan kementerian dan lembaga, seperti yang tertangkap di bekasi kemarin, karena itu para dai dan DKM harus waspada. Mereka bisa saja hadir dalam bentuk provokasi maupun adu domba,” tegas Hamli.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, M Cholil Nafis mengatakan, peran dai dalam menjaga ukhuwah persatuan dari politik identitas dan pecah belah umat sangat dinantikan. Dai boleh saja berpolitik.
Namun, dia mengingatkan agar para dai waspada dan menjauhi kepentingan politik tertentu yang mendekatinya.
Cholil menyampaikan, sebagai manusia, semua bebas berpolitik, termasuk dai.
Namun, kata dia, jangan sampai peran dai dalam berpolitik membuatnya lupa tugasnya sebagai dai untuk menjaga persatuan dan persaudaraan umat.
“Dai boleh saja berpolitik, boleh saja jadi jurkam, tapi ingat dalam berkampanye harus tetap jaga ukhuwah umat. Jangan sampai memecah belah umat dengan politik identitas,” ujarnya.
Dia pun juga berpesan kepada para dai agar tidak salah dalam memahami istilah politik identitas dan identitas politik.
Menurutnya, politik identitas adalah salah cara yang menggunakan suatu identitas untuk memecah belah umat. Sedangkan identitas politik merupakan hak yang melekat kepada tiap seseorang.
“Politik identitas itu tidak boleh, karena politik identitas ini memecah belah umat dengan narasi politik kebencian baik dari segi suku, ras maupun agama. Adapun identitas politik itu adalah hak kita semua, kita boleh punya identitas kepartaian, identitas agama atau lainnya,” katanya. (far)