“Negara itu, bentuk dan sistemnya adalah pilihan bebas sesuai dengan kebutuhan bangsanya masing-masing atau sesuai dengan kebutuhan adat masing-masing. Ibnu Qayyim mengatakan, hukum itu selalu berubah, kalau waktunya berubah hukumnya berubah,” jelas Mahfud.
Negara Kesatuan Republik Indonesia, lanjut Mahfud, harus dijaga, tidak boleh diskriminatif dan tidak boleh menganggap orang lain yang berbeda sebagai musuh.
“Tirulah Nabi Muhammad. Kalau baca 47 pasal dalam Piagam Madinah, isinya perlindungan kepada setiap orang bahkan setiap suku disebut, semua dilindungi, agamanya beda-beda, sukunya beda-beda, itulah yang kemudian dituangkan di dalam konstitusi dan tata hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tambah Mahfud.
Oleh sebab itu, menurut Mahfud, kalau warga pesantren mengatakan NKRI harga mati dan Pancasila harga mati, itu benar secara fiqh, karena terbentuknya negara Indonesia adalah hasil kesempatan. “Siapa melawan kesepakatan menurut fiqh namanya bughat. Bughat itu pemberontak,” lanjut Mahfud sembari menegaskan kembali agar orang-orang pesantren terus ikut menjaga kedaulatan negara.