Dhaniswara lalu lalu ikut menyoroti fakta bahwa nikel dan batubara adalah dua sumber energi yang tidak terbarukan. Doktor Dhaniswara kemudian mengurai pandangan Promovendus tentang Omnibus Law yang dinilai sebagai sebuah “pencerahan” dalam mengatasi adanya ketidakpastian hukum di Tanah Air, namun faktanya hanya menyentuh aspek ketenagakerjaan maupun perizinan.
“Saya ingin pendapat saudara apakah saudara optimis ‘Indonesia Emas 2045’ bisa dicapai, atau justru sebaliknya?” tanya Rektor UKI.
Merespon pertanyaan ini Mardiman Sane secara lugas mengungkapkan jika regulasi saat ini tidak segera diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman, maka “Indonesia Emas 2045” hanya sebatas angan-angan belaka. Menurutnya penilaian tersebut turut didasari oleh fakta belum adanya regulasi yang mengatur soal kewajiban transfer teknologi asing kepada anak bangsa, juga belum adanya regulasi yang secara tegas mengatur kewajiban investor untuk melakukan reboisasi tambang.
“Pertambangan adalah sektor yang tidak terbarukan. Tetapi masa depan dunia itu salah satunya adalah nikel, karena nikel adalah bahan baru baterai. Di mana proses transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi listrik itu proses transisinya adalah nikel. Nah yang menjadi persoalan adalah ketika regulasi yang mengatur investasi di hilir, karena saya berbicara mengenai pengolahannya dan bukan bahan mentahnya. Ketika tidak ada transfer teknologi, tidak ada peraturan yang betul-betul mengatur para investor untuk melakukan reboisasi pasca tambang, itu akan mengakibatkan kerugian lingkungan yang luar biasa,” urai Mardiman.